Kabupaten Banyuwangi
| |
Koordinat : 7,43° – 8,46° LS dan 113,53° – 114,38° BT | |
| |
Provinsi | Jawa Timur |
Ibu kota | Banyuwangi |
Luas | 5.782,50 km² |
Penduduk | |
· Jumlah | 1.540.000 (2003) |
· Kepadatan | 266 jiwa/km² |
Pembagian administratif | |
· Kecamatan | 24 |
· Desa/kelurahan | - |
Dasar hukum | - |
Tanggal | 18 Desember 1771 |
Hari jadi | {{{hari jadi}}} |
Bupati | Ratna Ani Lestari, SE. MM |
Kode area telepon | 0333 |
APBD | {{{apbd}}} |
DAU | Rp. - |
Suku bangsa | {{{suku bangsa}}} |
Bahasa | {{{bahasa}}} |
Agama | {{{agama}}} |
Flora resmi | {{{flora}}} |
Fauna resmi | {{{fauna}}} |
Zona waktu | {{{zona waktu}}} |
Bandar udara | {{{bandar udara}}} |
Situs web resmi: banyuwangi.go.id |
Kabupaten Banyuwangi, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalah Banyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung paling timur Pulau Jawa, berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di barat. Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pelabuhan Gilimanuk di Bali.
Daftar isi[sembunyikan] |
Pembagian administratif
Kabupaten Banyuwangi terdiri atas 24 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan kecamatan di kabupaten Banyuwangi, antara lain adalah:
- Kecamatan Songgon,
- Kecamatan Sempu, (lihat Sempu, Banyuwangi)
- Kecamatan Genteng, (lihat Genteng, Banyuwangi)
- Kecamatan Glenmore,
- Kecamatan Kalibaru ...
Geografi
Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur. Wilayahnya cukup beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan. Kawasan perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen, dengan puncaknya Gunung Raung (3.282 m) dan Gunung Merapi (2.800 m), keduanya adalah gunung api aktif.
Bagian selatan terdapat perkebunan, peninggalan sejak jaman Hindia Belanda. Di perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah cagar alam Meru Betiri. Pantai Sukamade, merupakan kawasan pengembangan penyu. Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam Taman Nasional Alas Purwo.
Pantai timur Banyuwangi (Selat Bali) merupakan salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Timur. Di Muncar terdapat pelabuhan perikanan.
Transportasi
Ibukota Kabupaten Banyuwangi berjarak 239 km sebelah timur Surabaya. Banyuwangi merupakan ujung paling timur jalur pantura, serta titik paling timur jalur kereta api Pulau Jawa.
Pelabuhan Ketapang terletak di kota Banyuwangi bagian utara, menghubungkan Jawa dan Bali dengan kapal ferry.
Dari Surabaya, Kabupaten banyuwangi dapat dicapai dari dua jalur jalan darat, jalur utara dan jalur selatan. Jalur utara merupakan bagian dari jalur pantura yang membentang daru ujung kulon hingga pelabuhan ketapang. Sedangkan jalur selatan merupakan pecahan dari jalur pantura dari Kabupaten Pasuruan melewati Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Jember.
Penduduk
Penduduk Banyuwangi cukup beragam. Mayoritas adalah Suku Osing, namun terdapat Suku Madura dan Suku Jawa yang cukup signifikan, serta terdapat minoritas Suku Bali dan Suku Bugis. Suku Osing merupakan penduduk asli kabupaten Banyuwangi dan bisa dianggap sebagai sebuah sub-suku dari suku Jawa. Mereka menggunakan Bahasa Osing, yang dikenal sebagai salah satu ragam tertua Bahasa Jawa. Kesenian asal Banyuwangi adalah kuntulan, gandrung , jaranan, barong, janger dan seblang.
Bahasa dan budaya suku Osing banyak dipengaruhi oleh bahasa dan budaya Bali.
Sejarah
Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Blambangan yang dipimpin oleh Pangeran Tawang Alun. Pada masa ini secara administratif VOC menganggap blambangan sebagai wilayah kekuasannya, atas dasar penyerahan kekuasaan jawa bagian timur (termasuk blambangan) oleh Pakubuwono II kepada VOC. Namun VOC tidak pernah benar-benar menancapkan kekuasaanya sampai pada akhir abad 17, ketika pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Kerajaan Blambangan. Daerah yang sekarang dikenal sebagai komplek Inggrisan adalah tempat dimana pemerintah inggris mendirikan kantor dagangnya.
VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaanya atas Blambangan pada akhir abad 17. Hal ini menyulit perang besar selama 5 tahun (1767-1772). Dalam peperangan itu terdapat satu pertempuran dahsyat yang disebut Puputan Bayu sebagai merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC. Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Namun pada akhirnya VOC lah yang memperoleh kemenangan dengan diangkatnya R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya kerajaan Blambangan.
Seni Budaya
Kabupaten Banyuwangi selain menjadi perlintasan dari Jawa ke Bali, juga merupakan daerah pertemuan berbagai jenis kebudayaan dari berbagai wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh budaya Jawa, Bali, Madura, Melayu, Eropa dan budaya lokal yang saling isi mengisi dan akhirnya menjadi tipikal yang tidak ditemui di wilayah manapun di Pulau Jawa.
Kesenian tradisional
Kesenian tradisional khas Banyuwangi antara lain :
- Gandrung Banyuwangi
- Seblang
- Janger
- Rengganis
- Hadrah Kunthulan
- Patrol
- Mocopatan Pacul Goang
- Jaranan Butho
- Barong
- Kebo-Keboan
- Angklung Caruk
- Gedhogan
Jenis kesenian tadi merupakan sebagian dari kesenian khas Banyuwangi yang masih hidup dan berkembang di kalangan masyarakat setempat.
Musik khas Banyuwangi
Gamelan Banyuwangi khususnya yang dipakai dalam tari Gandrung memiliki kekhasan dengan adanya kedua biola, yang salah satunya dijadikan sebagai pantus atau pemimpin lagu. Menurut sejarahnya, pada sekitar abad ke-19, seorang Eropa menyaksikan pertunjukan Seblang (atau Gandrung) yang diiringi dengan suling. Kemudian orang tersebut mencoba menyelaraskannya dengan biola yang dia bawa waktu itu, pada saat dia mainkan lagu-lagu Seblang tadi dengan biola, orang-orang sekitar terpesona dengan irama menyayat yang dihasilkan biola tersebut. Sejak itu, biola mulai menggeser suling karena dapat menghasilkan nada-nada tinggi yang tidak mungkin dikeluarkan oleh suling.
Selain itu, gamelan ini juga menggunakan "kluncing" (triangle), yakni alat musik berbentuk segitiga yang dibuat dari kawat besi tebal, dan dibunyikan dengan alat pemukul dari bahan yang sama.
Kemudian terdapat "kendhang" yang jumlahnya bisa satu atau dua. Kendhang yang dipakai di Banyuwangi hampir serupa dengan kendhang yang dipakai dalam gamelan Sunda maupun Bali. Fungsinya adalah menjadi komando dalam musik, dan sekaligus memberi efek musical di semua sisi.
Alat berikutnya adalah "kethuk". Terbuat dari besi, berjumlah dua buah dan dibuat berbeda ukuran sesuai dengan larasannya. "Kethuk estri" (feminine) adalah yang besar, atau dalam gamelan Jawa disebut Slendro. Sedangkan "kethuk jaler" (maskulin) dilaras lebih tinggi satu kempyung (kwint). Fungsi kethuk disini bukan sekedar sebagai instrumen ‘penguat atau penjaga irama’ seperti halnya pada gamelan Jawa, namun tergabung dengan kluncing untuk mengikuti pola tabuhan kendang.
Sedangkan "kempul" atau gong, dalam gamelan Banyuwangi (khususnya Gandrung) hanya terdiri dari satu instrumen gong besi. Kadang juga diselingi dengan "saron bali" dan "angklung".
Selain Gamelan untuk Gandrung ini, gamelan yang dipakai untuk pertunjukan Angklung Caruk agar berbeda dengan Gandrung, karena ada tambahan angklung bambu yang dilaras sesuai tinggi nadanya. Untuk patrol, semua alat musiknya terbuat dari bambu. Bahkan untuk pertunjukan Janger, digunakan gamelan Bali, dan Rengganis gamelan Jawa lengkap. Sedang khusus kesenian Hadrah Kunthulan, digunakan rebana, beduk, kendhang, biola dan kadang bonang (atau dalam gamelan Bali disebut Reong).
Modernisasipun tidak terelakkan dalam seni musik Banyuwangi, muncul berbagai varian musik yang merupakan paduan tradisional dan modern, seperti Kunthulan Kreasi, Gandrung Kreasi, Kendhang Kempul Kreasi dan Janger Campursari yang memasukkan unsure elekton kedalam musiknya, dan menjadi kesenian popular di kalangan masyarakat. Namun demikian, sebagian pakar kebudayaan mengkhawatirkan seni kreasi ini akan menggeser kesenian klasik yang sudah berkembang selama berratus-ratus tahun.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar