JADIKAN KAMI TUNAS-TUNAS BANGSA YANG BERILMU TINGGI

Rabu, 12 Maret 2008

TUGAS SAYURAN

PENDAHULUAN

Mutu kentang olahan sangat dipengaruhi oleh penanganan pada saat masih dipertanaman yaitu mulai dari penggunaan bibit, teknik budidaya yang diterapkan, sampai penentuan waktu/umur panen. Penanaman bibit yang diundurkan, jarak tanam yang terlalu lebar dan aplikasi nitrogen yang berlebihan akan mengurangi berat jenis umbi kentang yang dihasilkan. Temperatur tanah yang terlalu tinggi juga akan mempengaruhi terhadap hasil umbi kentang yang berat jenisnya menjadi rendah pemberian air yang cukup cenderung dapat mempengaruhi temperatur tanah menjadi rendah dan dapat menghasilkan umbi kentang yang hasil olahannya memiliki warna yang terang. Mutu kentang olahan sangat dipengaruhi oleh waktu/umur panen, dimana pada umur tertentu merupakan titik optimal dimana kandungan nutrisi terutama kandungan pati yang cukup tinggi dan sudah tidak terjadi penambahan yang berarti, pada umumnya umbi kentang yang dipanen pada umur yang lebih tua akan memiliki kandungan pati yang lebih tinggi peningkatan kandungan pati umbi kentang dipertanaman juga dipengaruhi oleh kondisi tanaman, terutama bagian daun yang erat kaitannya dengan proses fotosintesis, dimana semakin tua umur tanaman, daunnya akan menguning sehingga sudah tidak efektif lagi dalam kaitannya untuk peningkatan kandungan pati.

Penggunaan umbi kentang sebagai bahan baku produk olahan tidak selalu dapat dilakukan segera setelah pemanenan, karena pada umumnya jarak lokasi pertanaman kentang berjauhan dengan lokasi industri pengolahan, sehingga penyimpanan seringkali harus dilakukan baik ditingkat petani maupun ditingkat industri olahan. Penyimpanan umbi kentang sebagai bahan baku olahan juga dilakukan untuk maksud tertentu, seperti untuk menjaga kesinambungan proses industri. Seperti telah diketahui bahwa umbi kentang merupakan hasil pertanian yang sifatnya mudah rusak karena setelah dipanen masih terns melakukan proses kehidupan dan kandungan airnya relatif tinggi yaitu ± 80% (Wiersemt, 1989), sehingga mudah mengalami kerusakan.

Penttrunan kandungan pati dan peningkatan kandungan gula reduksi didalam umbi kentang selama dalam penyimpanan merupakan bentuk dari kerusakan yang sangat besar pengaruhnya terhadap mutu produk olahannya. Selama dalam penyimpanan umbi kentang akan akan mengalami proses metabolisme, yaitu suatu proses perombakan pati menjadi gula-gula sederhana dan proses tersebut dipengaruhi oleh tingkat laju respirasi, semakin tinggi laju respirasi perubahan pati menjadi gula-gula sederhana akan semakin cepat dan secara stimular gula-gula sederhana akan digunakan sebagai energi dalam proses respirasi (Tronggono, 1990). Kandungan air dalam umbi kentang juga merupakan katalisator dalam reaksi metabolisme, oleh karena itu kentang segar akan mudah mengalami perubahan-perubahan mutu (Winarno, 1980).

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dicari waktu/umur panen yang tepat, dim ana umbi kentang dalam kondisi mutu yang optimal dan cara penyimpanan yang dapat menekan terjadinya perubahan nutrisi, sehingga mutu umbi kentang olahan dapat dipertahankan. Seperti telah dikemukakan bahwa umbi kentang yang dipanen pada umur yang lebih tua akan memiliki kandungan nutrisi yang lebih tinggi, tetapi penambahan nutrisi itu sendiri sangat dipengaruhi oleh kondisi tanaman, terutama bagian daun yang sangat erat kaitannya dengan proses fotosintesis, dimana semakin tua umur tanaman daunnya akan menguning sehingga penambahan nutrisi sudah tidak nyata lagi. Ali Asgar dan Marpaung (1998) melaporkan bahwa umbi kentang varietas Granola yang dipanen pada umur 100 hari memiliki kandungan pati yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan umbi kentang yang dipanen pada umur 90 hari, tetapi tidak berbeda nyata apabila dibandingkan dengan umbi kentang yang dipanen pada umur 110 hari. Dari laporan tersebut maka dapat diketahui bahwa penundaan pemanenan hanya efektif untuk peningkatan nutrisi sampai batas umur tertentu dan setiap varietas kentang akan memiliki batas optimum yang berbeda.

Perubahan nutrisi umbi kentang olahan selama dalam penyimpanan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan penyimpanannya terutama temperatur. Penyimpanan umbi kentang pada suhu ruang dapat mengalami penurunan kandungan pati yang lebih besar apabila dibandingkan dengan peningkatan kandungan gulanya, karena gula hasil perombakan dari pati secara stimular digunakan sebagai energi dalam proses respirasi. Menurut Ali Asgar dan Marpaung (1998) melaporkan bahwa umbi kentang Granola yang disimpan selama 5 hari penurunan kandungan patinya maksimal 0,98%, sedangkan peningkatan kandungan gulanya maksimal 0,36%. Sedangkan penyimpanan umbi kentang pada suhu dingin dapat terjadi akumulasi kadar gula, karena laju respirasi dalam kondisi sangat lambat umbi kentang yang disimpan pada suhu dingin hasil olahannya berwarna coklat, karena kadar gulanya tinggi. Oleh karena itu perlu dicari cara penyimpanan yang tidak besar pengaruhnya terhadap perubahan nutrisi, sehingga mutu dapat dipertahankan.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari waktu panen yang tepat sehingga umbi yang dipanen mempunyai sifat-sifat olahan yang cocok untuk chips dan sifat olahan tersebut tidak akan menurun dengan cara penyimpanan yang cocok. Diduga bahwa umbi kentang yang dipanen lebih awal mempunyai sifat olahan yang cocok untuk chips dan sifat olahan tersebut (terutama kandungan gula reduksi) tidak akan berubah apabila disimpan dalam suhu dingin selama empat hari dilanjutkan disimpan 4 hari dalam ruang dengan suhu kamar (reconditioning).


HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan tanaman kentang sangat baik dan pada umur 50 hah setelah tanam (hst) rata-rata tinggi tanaman mencapai 90 cm. Akan tetapi pada umur tanaman 60 hst mulai terlihat adanya tanaman yang layu dan sampai dengan umur 70 hst persentase tanaman yang layu mencapai hingga 18%. Tanaman kentang yang sehat bertahan hingga umur 90 hst dan pada umur 100 hst tanaman mulai mengering, sehingga pada panen terakhir yaitu pada umur 110 hst tanaman sudah mengering semua.

I. Hubungan antara waktu/umur panen dengan mutu umbi kentang olahan

Hasil/Petak

Hasil kentang tidak optimal karena pada umur 60 hst mulai terlihat adanya serangan penyakit layu. Pada waktu/umur panen 70 hst serangan penyakit layu sudah mencapai 18% dan dari tanaman yang layu umbinya sudah busuk. Serangan penyakit layu selain dari varietas kentangnya sendiri yang memang sangat peka terhadap penyakit, juga di duga akibat dari lahan yang digunakan sudah banyak mengandung kontaminan.

Dari hasil pengamatan Kusdibyo dan A.A.Asandhu bahwa semakin lama umur panen hasil umbinya semakin menurun. Penurunan hasil umbi diduga akibat dari kondisi tanaman yang tidak dapat dipertahankan hingga umur maksimal, sehingga umbi kentang yang berasal dari tanaman yang sudah mengering sudah membusuk.

Dari hasil pengamatan juga diketahui bahwa semakin lama umur panen semakin banyak jumlah umbi yang busuk. Dari Tabel #, diketahui bahwa jumlah umbi busuk paling banyak diperoleh dari umur panen 110 hst yaitu 32,31%, sedangkan jumlah umbi busuk paling sedikit diperoleh dari umur panen 70 hst yaitu 9,80%, semakin meningkamya jumlah umbi busuk pada tiap-tiap penundaan pemanenan terjadi karena tanaman yang layu tidak dibuang sehingga penyakit yang menyerang menular ke umbi kentang yang berasal dari tanaman yang sehat.

Tabel. Rata-rata hasil umbi, ukuran industri (5-7 cm), > ukuran industri (> 7 industri (,5 cm) dan jumlah umbi busuk, Pangalengan-2003

Perlakuan

Hasil/Petak (kg)

Kelas 5-7 cm (%)

Kelas <5cm>

Kelas >7 cm (%)

Umbi busuk (%)

A

B

C

D

E

Panen 70 hst

Panen 80 hst

Panen 90 hst

Panen 100 hst

Panen 110 hst

50,25

49,25

45,46

37,00

34,00

62,61 b

65,59 a

64,38 a

62,55 b

53,89 c

21,54 a

16,22 b

15,20 b

11,65 c

10,04 c

6,04 a

3,40 b

2,55 bc

4,73 b

3,76 b

9,80 c

14,80 d

17,87 c

21,07 b

32,31 a

Keterangan : HST (hari setelah tanam) Rata-rata yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata pada taraf 5% DMRT.

Dari table diatas dapat diketahui bahwa ukuran umbi kentang hasil panen dari semua perlakuan diperoleh ukuran yang dapat diterima sebagai bahan baku dengan persentase lebih dari 50%. Persentase tertinggi di peroleh dari panen. Umur 80 hst yaitu 65,59%, dan yang terendah panen pada 110 hst yaitu 53,89%/. Dapat diketahui bahwa kerusakan mekanis tertinggi terjadi pada umur panen 70 hst yaitu 75% dan terendah 110 hst yaitu 0,75%.

Mutu umbi kentang olahan selain ditentukan oleh mutu fisik, juga ditentukan oleh mutu kimianya, kadar air dan kadar gula reduksi merupakan unsur kimia yang sangat/berpengaruh terhadap mutu umbi kentang olahan. Kadar berat kering juga merupakan salah satu kriteria mutu yang di persyaratkan daJam ketentuan mutu umbi kentang olahan. Dari hasil pengamatan ternyata umur panen tidak berpengaruh nyata terhadap mutu kimia v- umbi kentang.

II. Pengaruh umur panen dan cara penyimpanan terhadap mutu umbi kentang olahan.

Kandungan air dalam umbi kentang merupakan indikasi dari tingkat kesegaran sehingga sangat berpengaruh terhadap mutu, terutama mutu fisik. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan setelah penyimpanan diketahui bahwa penyimpanan umbi kentang dalam ruangan dengan suhu 10° C selama delapan hari dapat mempertahankan kandungan air sehingga secara visual umbi kentang tetap segar seperti baru di panen. Apabila kadar air umbi kentang yang baru dipanen dibandingkan dengan kadar air umbi kentang setelah disimpan 8 hari dalam suhu 10° C cenderung terjadi peningkatan. Hal tersebut terjadi karena proses metabolisme yang terjadi selama dalam penyimpanan dapat mengakibatkan perubahan komponen non air terutama karbohidrat, sementara laju respirasi dan transpirasi dapat ditekan sehingga secara prosentase kadar air dalam umbi kentang meningkat.

Penyimpanan umbi kentang yang dilakukan selama 4 hari dalam suhu 10°C kemudian dipindahkan ke suhu ruang (18 - 21°C) selama 4 hari dan penyimpanan selama 8 hari dalam suhu ruang (18 - 21 °C) ternyata dapat mengakibatkan penurunan kadar air antara 0,81% - 1,98%. Penurunan kadar air terjadi karena pengaruh suhu, yaitu semakin tinggi suhu akan semakin mempercepat laju respirasi dimana salah satu hasil respirasi adalah H2O.

Perubahan komposisi kimia umbi kentang olahan yang tidak diharapkan selama dalam penyimpanan salah satunya adalah peningkatan kadar gula reduksi, karena akan mengakibatkan timbulnya kerusakan dalam proses (browning). Secara umum penyimpanan dapat meningkatkan kadar gula reduksi. Penyimpanan dalam suhu 10°C selama 8 hari mengakibatkan kenaikan kadar gula reduksi tertinggi yaitu berkisar antara 0,096 - 0,109%. Hal tersebut terjadi karena selama penyimpanan proses metabolisme terus berjalan, sementara laju respirasi dapat ditekan sehingga terjadi akumulasi gula reduksi.

Perubahan kadar berat kering selama penyimpanan tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata baik antara umur panen maupun cara penyimpanan. Peningkatan kadar berat kering yang terjadi selama penyimpanan cenderung berbanding terbalik dengan perubahan kadar air yaitu semakin rendah kadar air akan semakin tinggi kadar berat kering umbi kentang


PENUTUP

  1. Pemanenan yang dilakukan pada umur 70 hst menghasilkan umbi kentang dengan mutu fisik rendah (kulit ari terkelupas) dan hasil gorengannya banyak mengalami kerusakan uji goreng.
  2. Penundaan pemanenan sampai umur 80-90 hst dapat memperoleh umbi kentang yang bermutu baik dan produksinya masih dapat di pertahankan.
  3. Penyimpanan dalam suhu ruang dapat memepertahankan mutu umbi kentang olahan karena selain tidak terjadi perubahan mutu yang berarti, hasil uji goreng berwama cerah.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Asgar dan L. Marpaung, 1998. Pengaruh Umur Panen dan Lama Penyimpanan Terhadap Kualitas Kentang Goreng. J. Hort 8 (3). 1209 : 1216.

Ali Asgar dan Kusdibyo. 1996. Pengaruh Varietas dan Umur Panen Terhadap Kualitas Umbi Kentang (Solanum tuberosum, L.) sebagai bahan baku pembuatan kripik kentang. Dalam Slamet Budijanto, Fransisca Zakaria, Ratih Dewanti Hariyadi dan Budiatman Satiawiharja (Ed.) Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia dan Kantor Menteri Negara Urusan Pangan R.I. Jakarta. Hal. 251-262.

Motez, J.E. and J.K. Greig, 1970. Specific gravity, potato chip color and tuber mineral content as affected by soil moisture and harvest dates. Amer. Potato. J. 47 (11) : 413-418.

Pantastico,ER.B. 1975. Postharvest Physiology Handling and Utilization of Tropical and Subtropical Fruit and Vegetable. Edited by ER. B. Pantastico. Westport, Connecticut. The Avi Publishing, Co., Inc.

Sait Leger, M., 1980. Differences in yield, starch content and starch yield per hectare according to the date harvesting. La Pomme de Terre Francoise No 389-365-370.

White, R.P. and J.B. Sanderson, 1983. Effect of Planting Date, Nitrogen Rate, and Plant Spacing on Potatoes Grown for Processing in Prince Edward Island Amer Potato J., 60 (2) : 115-126.

Wiersema. S.G. 1989. Storage Requirements for Potato Tuber. Postharvest technology thrust. International Potato Center (CIP, Bangkok, Thailand) 9p.

Winarno F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Jakarta, 253 halaman.


SELAMAT DATANG DI BLOG SONEOGONDRONG@GMAIL.COM WWW.LAROSOSENG.ORG

Tidak ada komentar:

Templates-Gallery