JADIKAN KAMI TUNAS-TUNAS BANGSA YANG BERILMU TINGGI

Selasa, 26 Februari 2008

MANFAAT JAMUR

I. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Dewasa ini jamur telah menjadi kebutuhan dan bagian hidup manusia. Hal ini disebabkan karena jamur dapat diolah lebih lanjut menjadi bahan panganan untuk bisa di konsumsi seperti roti, tape, tempe, oncom, roti, dan dapat pula diolah menjadi obat seperti penisilin. Beberapa jenis jamur merupakan sumber makanan yang setara dengan daging dan ikan yang bergizi tinggi. Hal ini yang menyebabkan jamur sebagai bahan pangan alternatif yang disukai (preferency) oleh semua lapisan masyarakat (Djarijah dan Djarijah, 2001).
Jamur memiliki rasa yang menyamai kelezatan daging, tetapi kandungan lemaknya lebih rendah sehingga lebih sehat untuk dikonsumsi. Jamur dapat mengubah selulosa menjadi polisakarida yang bebas kolesterol sehingga orang yang mengosumsinya dapat terhindar dari resiko terkena serangan stroke. Kandungan protein jamur juga lebih tingga jika dibandingkan dengan bahan makanan lain yang juga berasal dari tanaman. Gizi yang terkandung dalam jamur antara lain karbohidrat, berbagai mineral seperti kalsium, kalium, fosfor, besi, serta vitamin B, B12, dan C (Parjimo dan Andoko 2007).
Menurut fardiaz (1992), bahwa jamur juga berperan dalam industri makanan khususnya dalam fermentasi makanan. Jamur memiliki enzim amilotik dan proteolitik yang masing-masing berfungsi untuk memecah pati dan protein dalam substrat. Pemecahan pati oleh enzim amilotik penting terutama dalam pembuatan produk-produk ragi dan tape, sedangkan pemecahan protein oleh enzim proteolitik penting terutama dalam pembuatan kecap dan taoco.
Salah satu jamur yang cukup dikenal di masyarakat dan banyak dibudidayakan adalah jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus). Menurut Suriawira (2002), jamur tiram putih termasuk jenis jamur serbaguna. Selain dapat dikonsumsi dalam bentuk masakan, jamur tiram putih juga dapat dikonsumsi dalam keadaan mentah dan segar, baik dalam campuran salad maupun lalapan. Bahkan dapat diolah menjadi crips, cripsy ataupun chips.
Seperti jenis jamur kayu lainnya, dalam budidaya jamur tiram putih juga dibutuhkan substrat yang berasal dari kayu dan kompos. Salah satu persyaratan kompos yang akan menjadi media pertumbuhan jamur adalah harus mengandung semua unsur nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhannya. Kompos tersebut juga masih banyak mengandung bahan organik seperti selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang masih dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbon dan energi untuk jamur (Gandjar dkk., 2006).
Penggunaan limbah kopi dan kakao untuk media pertumbuhan jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus) umumnya belum pernah dimanfaatkan secara optimal. Keuntungan penggunaan limbah kopi dan kakao dalam budidaya jamur antara lain karena keberadaannya yang sangat melimpah Selain itu limbah kopi dan kakao mudah dicampur dengan bahan-bahan lain sebagai pelengkap nutrisi, serta mudah dibentuk dan dikondisikan ( Cahyana dkk., 2005).
Berdasarkan hal tersebut maka perlu diadakan penelitian tentang penggunaan limbah kopi dan kakao untuk media pertumbuhan jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus).

1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian in adalah bagaimanakah pertumbuhan jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus) dengan menggunakan limbah kopi dan kakao sebagai media pertumbuhannya.

1.3 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah pertumbuhan jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus) dengan menggunakan limbah kopi dan kakao sebagai media tumbuhnya.





1.4 Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi masyarakat khusunya kepada para petani jamur, bahwa limbah kopi dan kakao dapat digunakan sebagai media pertumbuhan jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus).





II. MATERI DAN METODE

2.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan dikawasan perkebunan di Desa Pucak Sari-Kecamatan Busungbiu, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali. Penelitian ini dilakukan pada bulan Nivember 2007 Januri 2008.

2.2 Bahan dan Alat
2.2.1 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit jamur (F3). Sebanyak 200 g dalam botol kaca yang diperoleh dari Balai Benih Induk Tanaman Pangan (BBITP) Desa Luwus, Kabupaten Tabanan, Propinsi Bali. Bahan media tanam yang digunakan adalah limbah kopi dan kakau (kompos), berkatul atau dedak, jagung, pupuk NPK, tepung terigu, kapur pertanian (dolomit), air secukupnya, kapas, alkohol 70% seluri.
2.2.2 Alat-Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan, alat pemadat media (botol berisi pasir), termometer ruangan, alat pengukur kelembahan (hyyrometer), gelas ukur, kompor, drum pengukus, pisaukecil, karung plastik, ember plastik, sprayer, kantung plastik tahan panas pp (polipropine) ukuran 14 cm x 30 cm dengan tebal 0,5 mm, karet gelang, cincin plastik (diameter 2,8 cm, panjang 3 cm

2.3 Cara Kerja
1. Tahap pertama yang dilakukan adalah pembuatan bahan kompos yang berupa limbah kopi dan kakao dimana daun-daun kopi dan kakao yang telah kering dicacah kecil-kecil.
2. Kompos yang telah jadi kemudian dicampur media tumbuh jamur dengan komposisi :
1) 200 kilogram kompos (daun-daun kopi dan kakao yang telah kering)
2) 40 kilogram bekatul atau dedak halus
3) 15 kilogram kapur pertanian (dolomit)
4) 0,1 gram NPK
5) 10 kilogram jeluri, dan
6) Air secukupnya
Menurut Sardijana dan Muryono 1998 dalam movientho (2001) kadar air media untuk penanam jamur tisam adalah + 62%. Menurut Cahyana dkk (2005), cara sederhana yang bisa digunakan untuk menentukan kadar air media 50-65% adalah dengan mengepal adonan yang telah dibuat. Apabila adonan tersebut menggumpal tetapi mudah hancur kembali maka kadar air media sudah tepat.
3. Media yang telah dikomposkan tersebut kemudian dipadatkan dengan botol berisi pasir. (Gunawan, 1992). Selanjutnya sebagian mulut kantung plastik digenggam dan dipasangi cincin plastik berdiameter 2,8 cm dengan panjang 3 cm, lalu melalui lubang cincin tersebut dibuat lubang pada bagian tengah media sedalam Vz dari tinggi media dengan batang kayu berdiameter 2 cm, panjang 30 cm. Setelah itu lubang cincin ditutup dengan kapas. Sumbat kapas tadi dibungkus dengan plastik agar tidak basah saat disterilisasi. (Sardijana dan Muryono, 1998). (Gambar 11).
2.3.1. Sterilisasi media dan kumbung
Media - media tersebut kemudian disterilisasi (dimasak) dengan pengukus selama 5 jam dengan suhu 100° C. (Sardijana dan Muryono, 1998). Setelah 48 jam kemudian dilakukan sterilisasi kembali selama 5 jam dengan suhu 100° C. Menurut Cahyana dkk. (1999), setelah disterilisasi media tersebut didinginkan selama 8 - 12 jam hingga temperaturnya menjadi 35 - 40° C. (Alat sterilisasi yang digunakan dapat dilihat pada lampiran gambar 12).
Untuk sterilisasi kumbung dapat dilakukan penyemprotan ruang kumbung dengan alkohol.


2.3.2. Inokulasi bibit
Setelah media steril tersebut dingin (24 jam setelah sterilisasi media) dilakukan inokulasi bibit jamur ke dalam media tersebut pada ruang inokulasi. Untuk tiap kantung diberi bibit jamur sebanyak 1 g. Caranya : pertama - tama sendok stainless disterilisasi dengan alkohol 70% (dicelupkan), kemudian bibit jamur dihancurkan dengan cara ditusuk - tusuk menggunakan tangkai sendok tersebut. Setelah itu kapas penyumbat kantung media yang akan diinokulasi dibuka, lalu segera dituangkan bibit jamur sebanyak 1 g ke dalam media tersebut. Selanjutnya lubang cincin pada kantung media ditutup kembali dengan kapas penyumbat. Dilakukan hal yang sama untuk menginokulasikan bibit ke dalam tiap kantung media yang lain. (Gambar 13).

2.6. Inkubasi
Media yang sudah diinokulasi dengan bibit jamur kemudian diinkubasi dalam ruangan bersuhu 26 - 28° C. Menurut Suhardiman (1989), suhu optimum untuk pertumbuhan miselium jamur kuping adalah 28° C. Setelah 1 bulan media sudah dipenuhi dengan miselium jamur. Pada saat itu media tersebut dipindahkan ke dalam kumbung untuk selanjutnya dilakukan pelubangan pada plastik media. Menurut Sardijana dan Muryono (1998), cara membuat lubang pada plastik media adalah dengan menggores bagian depan atau belakang plastik media menggunakan pisau sehingga dihasilkan lubang dengan panjang ±2,5 cm (1 x 1). Untuk Pertumbuhan miselium jamur kuping pada media dapat dilihat pada lampiran (Gambar 14).

2.7. Pemeliharaan
Setelah mulai tampak adanya pertumbuhan primordium tubuh buah pada lubang tersebut maka mulai dilakukan penyiraman. (Sardijana dan Muryono, 1998). Agar jamur kuping dapat tumbuh dengan baik maka suhu perlu dijaga agar tetap konstan 28° C dengan kelembaban optimal 90%. Usaha yang dapat dilakukan adalah penyiraman lantai ruangan (kumbung), serta penyiraman media tanam dengan sprayer apabila media tersebut tampak kering, disamping itu dilakukan pula pengaturan sirkulasi udara ruangan (kumbung).

2.8. Pemanenan
Pemanenan pertama dapat dilakukan 10 - 14 hari kemudian sejak primordium tubuh buah mulai tampak. dan dapat dilakukan 3-4 kali pemanenan selama satu periode panen.(Gunawan, 1992). Data diperoleh dengan cara menjumlahkan jamur yang didapat pada panen 1 sampai dengan 4. Jamur kuping yang siap dipanen dapat dilihat pada lampiran (Gambar 15).


2.9. Pengamatan
Variabel yang diamati dalam penelitian ini adalah :
1. Berat basah jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus)
Pengukuran berat basah dilakukan dengan penimbangan jamur segar hasil panen menggunakan timbangan elektrik.
2. Berat kering jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus)
Penimbangan berat kering jamur dilakukan setelah jamur dikeringkan dengan cara dijemur dibawah sinar matahari selama 5 hari.
3. Jumlah tubuh buah dalam tiap kantung media.
4. Tebal tubuh buah jamur tiram putih (Pleorotus ostreatus)


2.5 Analisa Data
Data dianalisa dengan menggunakan analisa sidik ragam (ANOVA). Bila ada perbedaan yang nyata dilakukan uji lebih lanjut dengan uji dan Duncan (P<0,05).

2.6 Jadwal Penelitian
Tabel 1. Matriks Jadwal Penelitian
No Jenis Kegiatan Tahun 2006
Feb Mart Apr Mei Jun Jul Agst Sept
1. Studi Kepustakaan √
2. Pembuatan Proposal √ √ √
3. Survie Pendahuluan √
4. Seminar Proposal √
5. Penelitian Lapangan √
6. Penelitian Laboratorium √ √
7. Pengolahan Data √ √
8. Penulisan Skripsi √ √
9. Seminar Hasil √
10. Ujian Skripsi √

3.4.2. Sterilisasi media dan kumbung
Media - media tersebut kemudian disterilisasi (dimasak) dengan pengukus selama 5 jam dengan suhu 100° C. (Sardijana dan Muryono, 1998). Setelah 48 jam kemudian dilakukan sterilisasi kembali selama 5 jam dengan suhu 100° C. Menurut Cahyana dkk. (1999), setelah disterilisasi media tersebut didinginkan selama 8 - 12 jam hingga temperaturnya menjadi 35 - 40° C. (Alat sterilisasi yang digunakan dapat dilihat pada lampiran gambar 12).
Untuk sterilisasi kumbung dapat dilakukan penyemprotan ruang kumbung dengan alkohol.


3.4.3. Inokulasi bibit
Setelah media steril tersebut dingin (24 jam setelah sterilisasi media) dilakukan inokulasi bibit jamur ke dalam media tersebut pada ruang inokulasi. Untuk tiap kantung diberi bibit jamur sebanyak 1 g. Caranya : pertama - tama sendok stainless disterilisasi dengan alkohol 70% (dicelupkan), kemudian bibit jamur dihancurkan dengan cara ditusuk - tusuk menggunakan tangkai sendok tersebut. Setelah itu kapas penyumbat kantung media yang akan diinokulasi dibuka, lalu segera dituangkan bibit jamur sebanyak 1 g ke dalam media tersebut. Selanjutnya lubang cincin pada kantung media ditutup kembali dengan kapas penyumbat. Dilakukan hal yang sama untuk menginokulasikan bibit ke dalam tiap kantung media yang lain. (Gambar 13).

3.4.4. Inkubasi
Media yang sudah diinokulasi dengan bibit jamur kemudian diinkubasi dalam ruangan bersuhu 26 - 28° C. Menurut Suhardiman (1989), suhu optimum untuk pertumbuhan miselium jamur kuping adalah 28° C. Setelah 1 bulan media sudah dipenuhi dengan miselium jamur. Pada saat itu media tersebut dipindahkan ke dalam kumbung untuk selanjutnya dilakukan pelubangan pada plastik media. Menurut Sardijana dan Muryono (1998), cara membuat lubang pada plastik media adalah dengan menggores bagian depan atau belakang plastik media menggunakan pisau sehingga dihasilkan lubang dengan panjang ±2,5 cm (1 x 1). Untuk Pertumbuhan miselium jamur kuping pada media dapat dilihat pada lampiran (Gambar 14).

3.4.5. Pemeliharaan
Setelah mulai tampak adanya pertumbuhan primordium tubuh buah pada lubang tersebut maka mulai dilakukan penyiraman. (Sardijana dan Muryono, 1998). Agar jamur kuping dapat tumbuh dengan baik maka suhu perlu dijaga agar tetap konstan 28° C dengan kelembaban optimal 90%. Usaha yang dapat dilakukan adalah penyiraman lantai ruangan (kumbung), serta penyiraman media tanam dengan sprayer apabila media tersebut tampak kering, disamping itu dilakukan pula pengaturan sirkulasi udara ruangan (kumbung).

3.4.6. Pemanenan
Pemanenan pertama dapat dilakukan 10 - 14 hari kemudian sejak primordium tubuh buah mulai tampak. dan dapat dilakukan 3-4 kali pemanenan selama satu periode panen.(Gunawan, 1992). Data diperoleh dengan cara menjumlahkan jamur yang didapat pada panen 1 sampai dengan 4. Jamur kuping yang siap dipanen dapat dilihat pada lampiran (Gambar 15).

1 komentar:

Dummies Blog HDDP mengatakan...

minta tolong dong..
kirimkan software full res2dinv nya ke email aku.
hendra.hddp@gmail.com

minta tolong juga, pejelasannya gimana cara menyusun data schlumber agar dapat di jalankan res2dinve
tolong yaaa
please...

thanks b 4

Templates-Gallery