JADIKAN KAMI TUNAS-TUNAS BANGSA YANG BERILMU TINGGI

Kamis, 22 Mei 2008

PENYAKIT AMANDEL

Banyak saya mendapat pertanyaan seperti ini, ada beberapa hal yang perlu diluruskan mengenai operasi amandel, karena banyak berita dari mulut ke mulut yang tidak sepenuhnya benar, seperti apabila amandel diangkat bisa menyebabkan kebodohan.

Amandel (dalam bahasa medis disebut tonsil) adalah kelenjar di dalam rongga mulut bagian dalam yang letaknya di kiri dan kanan, umumnya sebesar kelereng.

Fungsinya membantu pertahanan tubuh bagi anak-anak di bawah usia 6 tahun melawan penyakit. Mulai anak usia 6 tahun ke atas fungsi amandel akan digantikan oleh pertahanan tubuh yang lain.

Dengan bertambahnya usia seharusnya amandel tersebut akan mengecil dengan sendirinya, kecuali apabila sering terjadi infeksi/peradangan seperti batuk pilek dan adanya faktor alergi pada badan, amandel akan bertambah besar.

Amandel yang harus dioperasi apabila terjadi infeksi yang berulang pada tenggorok (seperti batuk pilek) umumnya lebih dari 6 kali dalam setahun terakhir, karena apabila dibiarkan justru akan berbahaya karena infeksi dapat menjalar ke paru-paru dan jantung.

Juga apabila ada sumbatan jalan nafas, seperti mengorok yang berat pada saat tidur, dimana kadang-kadang dapat menyebabkan berhenti bernafas akibat sumbatan amandel yang besar. Hal ini tidak boleh dibiarkan terlalu sering berulang karena akan dapat mengakibatkan gangguan oksigen ke otak karena sumbatan nafas tersebut.

Jadi apabila amandel itu memang mengganggu barulah dianjurkan untuk diangkat.

OBAT AMANDEL

Benalu



Uraian :
Benalu (loranthus) merupakan jenis tumbuhan yang hidupnya tidak memerlukan media tanah. Ia hidup sebagai parasit (parasiet=Belanda), menempel pada dahan-dahan pohon kayu lain dan mengisap mineral yang larut dalm pohon kayu yang ditempelinya dapat mati. Bunga benalu berkelamin tunggal biji buahnya mengandung getah.Pengembangbiakannya melalui binatang atau burung yang memakan biji buah benalu tersebut. Proses pengembangbiakannya sangat sederhana: biji benalu yang bergetah itu dimakan binatang atau burung. Kemudian biji benalu tersebut melekat di dahan dahan kayu bersama dengan kotoran burung yang memakannya, dan tumbuh di dahan itu.

Nama Lokal :
Benalu (Indonesia), Kemladean (Jawa), Pasilan;


Penyakit Yang Dapat Diobati :Tumor, Kanker, Amandel, Campak;

Pemanfaatan :

1. Tumor dan Kanker
Bahan: 1-2 batang benalu yang menempel pada 1 pohon teh, 1
batang rumput alang-alang, adas palawaras secukupnya.
Cara Membuat: semua bahan direbus dengan 3 gelas air sampai
mendidih, kemudian disaring.
Cara menggunakan: diminum 1 kali sehari ½ gelas.

2. Amandel
Bahan: 1 batang benalu yang menempel pada 1 pohon jeruk nipis,
adas palawaras secukupnya.
Cara Membuat: kedua bahan direbus dengan 3 gelas air sampai
mendidih, kemudian disaring.
Cara menggunakan: diminum 1 kali sehari ½ gelas.

3. Campak
Bahan: 1-2 batang benalu adas pulasari secukupnya.
Cara Membua: kedua bahan tersebut ditumbuk bersama sampai
halus.
Cara menggunakan: digunakan sebagai bedak bagi yang kena
campak.

Komposisi :
KANDUNGAN KIMIA : Benalu yang menempel pada tumbuhan tertentu, misalnya the (camellia Sinensis dari familia tumbuhan theaceae) berdasarkan pengalaman dapat digunakan sebagai obat anti kanker. Sedang benalu yang menempel pada pohon jeruk nipis (citrus aurantifolia dari familia tumbuhan rutaceae) dapat digunakan sebagai ramuan obat untuk penyakit amandel dan jenis benalu umum dapat dimanfaatkan sebagai obat campak. Kajian secara ilmiah belum dilakukan.
Reply With Quote Reply With Quote

Bawang Merah



Uraian :
Herba semusim, tidak berbatang. Daun tunggal memeluk umbi lapis. Umbi lapis menebal dan berdaging, warna merah keputihan. Perbungaan berbentuk bongkol, mahkota bunga berbentuk bulat telur. Buah batu bulat, berwarna hijau. Biji segi tiga warna hitam. Bagian yang Digunakan Umbi lapis.

Nama Lokal :
NAMA DAERAH: Bawang abang mirah (Aceh); Pia (Batak); Bawang abang (Palembang); Bawang sirah, Barambang sirah, Dasun merah (Minangkabau); Bawang suluh (Lampung); Bawang beureum (Sunda); Brambang, Brambang abang (Jawa); Bhabang mera (Madura); Jasun bang, Jasun mirah (BaIi); Lasuna mahamu, Ransuna mahendeng, Yantuna mopura, Dansuna rundang, Lasuna randang, Lansuna mea, Lansuna Raindang (Sulawesi Utara); Bawangi (Gorontalo); Laisuna pilas, Laisuna mpilas (Roti); Kalpeo meh (Timor); Bowang wulwul (Kai); Kosai miha; Bawa rohiha (Ternate); Bawa kahori (Tidore). NAMA ASING: NAMA SIMPLISIA Cepae Bulbus; Umbi lapis Bawang Merah.


Penyakit Yang Dapat Diobati :
SIFAT KHAS Menghangatkan, rasa dan bau tajam. KHASIAT Bakterisid, ekspektoran, dan diuretik. PENELITIAN M. Jufri Samad, 1987. FMIPA Farmasi UNHAS. Telah melakukan penelitian pengaruh ekstrak umbi lapis Bawang Merah terhadap penurunan kadar gula darah normal kelinci. Dari hasil penelitian tersebut, ternyata ekstrak umbi Bawang Merah dengan dosis 250 mg/kg bb, menyebabkan penurunan kadar gula darah normal sebesar 23,46 %. Pada pemberian tolbutamid dosis 250 mg/kg bb secara oral, menunjukkan penurunan kadar gula darah normal sebesar 22,21 %, dan pemberian air suling dengan takaran 5 ml/kg bb secara oral menunjukkan penurunan kadar gula darah normal sebesar 3,00 %. Tri Purwaningsih, 1991. FMIPA Farmasi UI. Telah melakukan penelitian efek protektif Bawang Merah pada kerusakan hati akibat karbon tetraklorida.Dari hasil penelitian tersebut, ternyata Bawang Merah menghambat peningkatan GPT plasma dan kerusakan jaringan hati akibat CCl4.

Pemanfaatan :
KEGUNAAN
1. Batuk.
2. Haid tidak teratur.
3. Kencing manis.
4. Obat cacing.
5. Demam pada anak-anak (obat luar).
6. Perut kembung pada anak-anak (obat luar).

RAMUAN DAN TAKARAN
Batuk
Ramuan:
Umbi Bawang merah 4 gram
Daun Poko segar 4 gram
Daun Sembung segar 3 gram
Herba Pegagan segar 4 gram
Buah Adas 2 gram
Air 125 ml

Cara pembuatan:
Dipipis, dibuat infus atau pil.

Cara pemakaian:
Diminum sehari 1 kali, pagi hari 100 ml. Apabila dipipis diminum 1 kali sehari 1/4 cangkir. pil, diminum 3 kali sehari 9 pil.

Lama pengobatan:
Diulang selama 14 hari.

Kencing Manis
Ramuan:
Umbi Bawang Merah (dirajang) 4 gram
Buah Buncis (dirajang) 15 gram
Daun Salam (dirajang) 10 helai
Air 120 ml

Cara pembuatan:
Dibuat infus.

Cara pemakaian:
Diminum sehari 1 kali 100 ml.

Lama pengobatan:
Diulang selama 14 hari.
Demam dan Perut

Kembung pada Anak-anak
Ramuan:
Umbi Bawang Merah (potong tipis) secukupnya
Minyak Kelapa secukupnya
Minyak Kayu Putih secukupnya

Cara pembuatan:
Diremas-remas.

Cara pemakaian:
Minyak tersebut dioleskan pada perut yang kembung, seluruh badan, kaki, dan tangan pada anak yang demam.

Komposisi :
Minyak atsiri, sikloaliin, metilaliin, dihidroaliin, flavonglikosida, kuersetin, saponin, peptida, fitohormon, vitamin, dan zat pati.

Bawang Putih




Uraian :
Bawang putih (allium sativum) termasuk genus afflum atau di Indonesia lazim disebut bawang putih. Bawang putih termasuk klasifikasi tumbuhan terna berumbi lapis atau siung yang bersusun. Bawang putih tumbuh secara berumpun dan berdiri tegak sampai setinggi 30 -75 em, mempunyai batang semu yang terbentuk dari pelepah-pelepah daun. Helaian daunnya mirip pita, berbentuk pipih dan memanjang. Akar bawang putih terdiri dari serabut-serabut kecil yang bejumlah banyak. Dan setiap umbi bawang putih terdiri dari sejumlah anak bawang (siung) yang setiap siungnya terbungkus kulit tipis berwarna putih. Bawang putih yang semula merupakan tumbuhan daerah dataran tinggi, sekarang di Indonesia, jenis tertentu dibudidayakan di dataran rendah. Bawang putih berkembang baik pada ketinggian tanah berkisar 200-250 meter di atas permukaan laut. 1. Syarat Tumbuh a. Iklim · Ketinggian tempat : 600 m - 1.200 m di atas permukaan laut · Curah hujan tahunan : 800 mm - 2.000 mm/tahun · Bulan basah (di atas 100 mm/bulan): 5 bulan - 7 bulan · Bulan kering (di bawah 60 mm/bulan): 4 bulan - 6 bulan · Suhu udara : 150 C - 200 C · Kelembapan : tinggi · Penyinaran : sedang b. Tanah · Jenis : gromosol (ultisol). · Tekstur : lempung berpasir (gembur) · Drainase : baik · Kedalaman air tanah : 50 cm - 150 cm dari permukaan tanah · Kedalaman perakaran : di atas 15 cm dari permukaan tanah · Kemasaman (pH) : 6 - 6,8 · Kesuburan : tinggi 2. Pedoman Bertanam a. Pegolahan Tanah · Buatkan selokan atau parit dengan lebar 30 cm - 40 cm, dalam 30 cm - 60 cm. Tanah galian digunakan untuk bedengan selebar 60 cm - 100 cm, panjang disesuaikan dengan kebutuhan, lalu dicangkul sedalam 15 cm - 30 cm. · Setelah 10 hari - 15 hari dicangkul kembali hingga membentuk gumpalan halus, kemudian diberi pupuk kandang 10 ton - 15 ton/hektar. · Sehari sebelum tanam, bedengan dibasahi. b. Persiapan Bibit · Bibit berasal dari tanaman cukup tua (85 hari - 135 hari), sehat dan tidak cacat. · Bibit disimpan dalam ruangan kering sekitar 5 bulan - 8 bulan digantung pada para-para. · Siang untuk bibit berasal dari umbi yang beratnya 5 g - 7,5 g/umbi. c. Penanaman · Buatkan lubang tanam sedalam 3 cm - 4 cm dengan tugal. · Tancapkan bibit dengan posisi tegak lurus, ujung siung di atas dan ¾ bagian siung tertanam dalam tanah. · Taburkan tanah halus dan tutup merata dengan jerami setelah 3 cm. · Jarak tanam 10 cm x 10 cm atau 15 cm x 10 cm

Nama Lokal :
Garlic (Inggris), Bawang Putih (Indonesia), Bawang (Jawa); Bawang Bodas (Sunda), Bawang handak (Lampung); Kasuna (Bali), Lasuna pute (Bugis), Bhabang pote (Madura); Bawa bodudo (Ternate), Kalfeo foleu (Timor);


Penyakit Yang Dapat Diobati :
Hipertensi, Asma, Batuk, Masuk angin, Sakit kepala, Sakit kuning; Sesak nafas, Busung air, Ambeien, Sembelit, Luka memar, Abses; Luka benda tajam, digigit serangga, Cacingan, Sulit tidur (Insomnia);

Pemanfaatan :

1. Hipertensi
a. Bahan: 3 siung bawang putih,
Cara membuat: bawang putih ditumbuk halus dan diperas dengan
air secukupnya, Ialu disaring;
Cara menggunakan: diminum secara teratur setiap hari.

b. Bahan : 2 siung bawang putih;
Cara membuat: bawang putih dipanggang dengan api;
Cara menggunakan: dimakan setiap pagi selama 7 hari.

2. Asma, batuk dan masuk angin
Baban: 3 siung bawang putih, 1 sendok makan madu dan gula batu
secukupnya;
Cara membuat: bawang putih ditumbuk halus, kemudian dioplos
bersama bahan lainnya sampai merata dan diperas/disaring;
Cara menggunakan: diminum setiap pagi sampai sembuh.

3. Sakit kepala
Bahan: umbi bawang putih;
Cara membuat: umbi bawang putih ditumbuk halus;
Cara menggunakan: untuk kompres pada dahi.

4. Sakit kuning, sesak nafas dan busung air
Bahan: 1 umbi bawang putih, 1 potong gula batu sebesar telur ayam
Cara membuat : umbi bawang putih ditumbuk halus, kemudian kedua
bahan tersebut direbus bersama dengan 3 gelas air sampai mendidih
dan diaduk sampai merata, dan disaring;
Cara menggunakan: diminum 2 kali sehari 2 sendok makan, pagi dan
sore.

5. Ambeien
Bahan : umbi bawang putih;
Cara membuat: umbi bawang putih ditumbuk halus, kemudian diperas
untuk diambil airnya;
Cara menggunakan: dioleskan di sekitar dubur setiap hari.

6. Sembelit
Bahan: yoghurt bawang putih dan bawang merah secukupnya;
Cara membuat: kedua bahan tersebut ditumbuk halus, diperas untuk
diambil airnya, kemudian dicampur sampai merata dan disaring;
Cara menggunakan: diminuni biasa.

7. Luka memar karena tikaman atau pukulan
Bahan: bawang putih dan 1 sendok madu;
Cara membuat: bawang putih ditumbuk halus, kemudian diberi 1
sendok madu dan dicampur sampai merata;
Cara menggunakan: dioleskan pada bagian yang luka.

8. Luka kena benda tajam berkarat
Bahan: umbi bawang putih dan minyak kelapa secukupnya;
Cara membuat: umbi bawang putih dibakar, kemudian dicelupkan ke
dalam minyak kelapa dan ditumbuk halus;
Cara menggunakan: dioleskan pada bagian yang luka.

9. Mempercepat matangnya bengkak abses
Bahan : umbi bawang putih;
Cara membuat: umbi bawang putih dipanasi dengan minyak cat,
kemudian ditumbuk halus;
Cara menggunakan : ditempelkan pada bagian yang bengkak.

10. Untuk mengeluarkan serpihan kaca, kayu atau duri
Bahan: umbi bawang putih;
Cara membuat: umbi bawang putih ditumbuk halus;
Cara menggunakan: ditempelkan pada baglan yang kemasukan
serpihan kaca, kayu atau duri.

11. Sengatan serangga
Bahan: umbi bawang putih, sendowo dan garam secukupnya;
Cara membuat: umbi bawang putih ditumbuk halus, kemudian
dicampur dengan bahan lainnya sampai merata;
Cara menggunakan: dioleskan ada bagian tubuh yang disengat
serangga.

12. Mengusir cacing kremi dan cacing perut
Baban: beberapa siung bawang push;
Cara membuat: dikupas dan dicuci bersih;
Cara menggunakan: dimakan langsung.

13. Sulit tidur (insomnia)
Bahan: beberapa slung bawang putih;
Cara membuat: dikupas dan dicuci bersih;
Cara menggunakan: dimakan langsung sebelum tidur.

Komposisi :
KANDUNGAN KIMIA : Dari umbi bawang putih per 100 gram mengandung : - protein sebesar 4,5 gram. - lemak 0,20 gram, - hidrat arang 23, 1 0 gram, - vitamin B 1 0,22 miligram, - vitamin C 1 5 miligram, - kalori 95 kalori, - posfor 134 miligram, - kalsium 42 miligrain. - besi 1 miligram dan - air 71 gram. Di samping itu dari beberapa penelitian umbi bawang putih mengandung zat aktif awcin, awn, enzim alinase, germanium, sativine, sinistrine, selenium, scordinin, nicotinic acid.

Sabtu, 17 Mei 2008

EKOSISTEM MANGROVE

Definisi

Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan membentuk hutan yang ekstensif dan produktif.Karena hidupnya di dekat pantai, mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau, atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp. Sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah pantai.

Berkaitan dengan penggunaan istilah mangrove maka menurut FAO (1982) : mangrove adalah individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Istilah mangrove merupakan perpaduan dari dua kata yaitu mangue dan grove. Di Eropa, ahli ekologi menggunakan istilah mangrove untuk menerangkan individu jenis dan mangal untuk komunitasnya. Hal ini juga dijelaskan oleh Macnae (1968) yang menyatakan bahwa kata nmangrove seharusnya digunakan untuk individu pohon sedangkan mangal merupakan komunitas dari beberapa jenis tumbuhan.

Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri (pakan ternak, kertas, arang).

Wilayah mangrove dicirikan oleh tumbuh-tumbuhan khas mangrove, terutama jenis-jenis Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Avicennia, Xylocarpus dan Acrostichum (Soerianegara,1993). Selain itu juga ditemukan jenis-jenis Lumnitzera, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa (Nybakken, 1986; Soerianegara, 1993). Mangrove mempunyai kecenderungan membentuk kerapatan dan keragaman struktur tegakan yang berperan penting sebagai perangkap endapan dan perlindungan terhadap erosi pantai. Sedimen dan biomassa tumbuhan mempunyai kaitan erat dalam memelihara efisiensi dan berperan sebagai penyangga antara laut dan daratan, bertanggung jawab atas kapasitasnya sebagai penyerap energi gelombang dan menghambat intrusi air laut ke daratan. Selain itu, tumbuhan tingkat tinggi menghasilkan habitat untuk perlindungan bagi hewan-hewan muda dan permukaannya bermanfaat sebagai substrat perlekatan dan pertumbuhan dari banyak organisme epifit (Nybakken.1986).

Secara umum komunitas hutan, termasuk hutan mangrove memiliki karakteristik fisiognomi yaitu dinamakan sesuai dengan jenis yang dominan berada di suatu kawasan. Misalnya di suatu kawasan hutan mangrove yang dominan adalah jenis Rhizophora sp maka hutan tersebut dinamakan hutan mangrove Rhizophora.

Secara lebih luas dalam mendefinisikan hutan mangrove sebaiknya memperhatikan keberadaan lingkungannya termasuk sumberdaya yang ada. Berkaitan dengan hal tersebut maka Saenger et al. 1983 mendefinisikan sumberdaya mangrove sebagai :

  1. Exclusive mangrove, yaitu satu atau lebih jenis pohon atau semak belukar yang hanya tumbuh di habitat mangrove
  2. Non exclusive mangrove, yaitu setiap jenis tumbuhan yang tumbuh di habitat mangrove, dan keberadaannya tidak terbatas pada habitat mangrove saja
  3. Biota, yaitu semua jenis biota yang berasosiasi dengan habitat mangrove
  4. Proses (abrasi, sedimentasi), yaitu setiap proses yang berperan penting dalam menjaga atau memelihara keberadaan ekosistem mangrove. Keanekaragaman jenis ekosistem mangrove di Indonesia cukup tinggi

jika dibandingkan dengan negara lain di dunia. Jumlah jenis mangrove di Indonesia mencapai 89 yang terdiri dari 35 jenis pohon, 5 jenis terna, 9 jenis perdu, 9 jenis liana, 29 jenis epifit, dan 2 jenis parasit (Nontji, 1987). Dari 35 jenis pohon tersebut, yang umum dijumpai di pesisir pantai adalah Avicennia sp,Sonneratia sp, Rizophora sp, Bruguiera sp, Xylocarpus sp, Ceriops sp, dan Excocaria sp.

Bentuk vegetasi dan komunitas mangrove terdiri dari 3 zone mangrove berdasarkan distribusi, karakteristik biologi, kadar garam dan intensitas penggenangan lahan yaitu:

( i) Vegetasi Inti

Jenis ini membentuk hutan mangrove di daerah zona intertidal yang mampu bertahan terhadap pengaruh salinitas (garam), yang disebut tumbuhan halophyta. Kebanyakan jenis mangrove mempunyai adaptasi khusus yang memungkinkan untuk tumbuh dan berkembang dalam substrat/lahan mangrove seperti kemampuan berkembang biak, toleransi terhadap kadar garam tinggi, kemampuan bertahan terhadap perendaman oleh pasang surut, memiliki pneumatophore atau akar napas, bersifat sukulentis dan kelenjar yang mengeluarkan garam. Lima jenis mangrove paling utama adalah Rhizophora mangle. L., R. harrisonii leechman (Rhizoporaceae), Pelliciera rhizophorae triana dan Planchon (pelliceriaceae), Avicennia germinans L ( Avicenniaceae) dan Laguncularia racemosa L. gaertn. (Combretaceae).

( ii) Vegetasi marginal

Jenis ini biasanya dihubungkan dengan mangrove yang berada di darat, di rawa musiman, pantai dan/atau habitat mangrove marginal. Meskipun demikian vegetasi ini tetap tergolong mangrove. Jenis Conocarpus erecta (combretaceae) tidak ditemukan di dalam vegetasi mangrove biasa. Mora oleifera (triana), Duke (leguminosae) jumlahnya berlimpah-limpah di selatan pantai pasifik, terutama di semenanjung de osa, dimana mangrove ini berkembang dalam rawa musiman salin (25 promil). Jenis yang lain adalah Annona glabra L. (Annonaceae), Pterocarpus officinalis jacq. (Leguminosae), Hibiscus tiliaceus L. dan Pavonia spicata killip (Malvaceae). Jenis pakis-pakisan seperti Acrostichum aureum L. (Polipodiaceae) adalah yang sangat luas penyebarannya di dalam zone air payau dan merupakan suatu ancaman terhadap semaian bibit untuk regenerasi.

(iii) Vegetasi fakultatif marginal

Carapa guianensis (Meliaceae) tumbuh berkembang di daerah dengan kadar garam sekitar 10 promil. Jenis lain adalah Elaeis oleifera dan Raphia taedigera. Di daerah zone inter-terrestrial dimana pengaruh iklim khatulistiwa semakin terasa banyak ditumbuhi oleh Melaleuca leucadendron rawa ( e.g. selatan Vietnam). Jenis ini banyak digunakan untuk pembangunan oleh manusia. Lugo dan Snedaker (1974) mengidentifkasi dan menggolongkan mangrove menurut enam jenis kelompok (komunitas) berdasar pada bentuk hutan, proses geologi dan hidrologi. Masing-Masing jenis memiliki karakteristik satuan lingkungan seperti jenis lahan dan kedalaman, kisaran kadar garam tanah/lahan, dan frekuensi penggenangan. Masing-masing kelompok mempunyai karakteristik yang sama dalam hal produksi primer, dekomposisi serasah dan ekspor karbon dengan perbedaan dalam tingkat daur ulang nutrien, dan komponen penyusun kelompok.

Suatu uraian ringkas menyangkut jenis klasifikasi hutan mangrove berdasarkan geomorfologi ditunjukkan sebagai berikut :

1. Overwash mangrove forest

Mangrove merah merupakan jenis yang dominan di pulau ini yang sering dibanjiri dan dibilas oleh pasang, menghasilkan ekspor bahan organik dengan tingkat yang tinggi. Tinggi pohon maksimum adalah sekitar 7 m.

Image

2. Fringe mangrove forest

Mangrove fringe ini ditemukan sepanjang terusan air, digambarkan sepanjang garis pantai yang tingginya lebih dari rata-rata pasang naik. Ketinggian mangrove maksimum adalah sekitar 10 m.

Image

3. Riverine mangrove forest

Kelompok ini mungkin adalah hutan yang tinggi letaknya sepanjang daerah pasang surut sungai dan teluk, merupakan daerah pembilasan reguler. Ketiga jenis bakau, yaitu putih (Laguncularia racemosa), hitam (Avicennia germinans) dan mangrove merah (Rhizophora mangle) adalah terdapat di dalamnya. Tingginya rata- rata dapat mencapai 18-20 m.

Image

4. Basin mangrove forest

Kelompok ini biasanya adalah jenis yang kerdil terletak di bagian dalam rawa Karena tekanan runoff terestrial yang menyebabkan terbentuknya cekungan atau terusan ke arah pantai. Bakau merah terdapat dimana ada pasang surut yang membilas tetapi ke arah yang lebih dekat pulau, mangrove putih dan hitam lebih mendominasi. Pohon dapat mencapai tinggi 15 m.

Image

5. Hammock forest

Biasanya serupa dengan tipe (4) di atas tetapi mereka ditemukan pada lokasi sedikit lebih tinggi dari area yang melingkupi. Semua jenis ada tetapi tingginya jarang lebih dari 5 m.

Image

6. Scrub or dwarf forest

Jenis komunitas ini secara khas ditemukan di pinggiran yang rendah. Semua dari tiga jenis ditemukan tetapi jarang melebihi 1.5 m ( 4.9 kaki). Nutrient merupakan faktor pembatas.

Image

Faktor-faktor Lingkungan

Beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mangrove di suatu lokasi adalah :

  1. Fisiografi pantai (topografi)
  2. Pasang (lama, durasi, rentang)
  3. Gelombang dan arus
  4. Iklim (cahaya,curah hujan, suhu, angin)
  5. Salinitas
  6. Oksigen terlarut
  7. Tanah
  8. Hara

Faktor-faktor lingkungan tersebut diuraikan sebagai berikut :

A. Fisiografi pantai

Fisiografi pantai dapat mempengaruhi komposisi, distribusi spesies dan lebar hutan mangrove. Pada pantai yang landai, komposisi ekosistem mangrove lebih beragam jika dibandingkan dengan pantai yang terjal. Hal ini disebabkan karena pantai landai menyediakan ruang yang lebih luas untuk tumbuhnya mangrove sehingga distribusi spesies menjadi semakin luas dan lebar. Pada pantai yang terjal komposisi, distribusi dan lebar hutan mangrove lebih kecil karena kontur yang terjal menyulitkan pohon mangrove untuk tumbuh.

B. Pasang

Pasang yang terjadi di kawasan mangrove sangat menentukan zonasi tumbuhan dan komunitas hewan yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove. Secara rinci pengaruh pasang terhadap pertumbuhan mangrove dijelaskan sebagai berikut:

  • Lama pasang :
  1. Lama terjadinya pasang di kawasan mangrove dapat mempengaruhi perubahan salinitas air dimana salinitas akan meningkat pada saat pasang dan sebaliknya akan menurun pada saat air laut surut
  2. Perubahan salinitas yang terjadi sebagai akibat lama terjadinya pasang merupakan faktor pembatas yang mempengaruhi distribusi spesies secara horizontal.
  3. Perpindahan massa air antara air tawar dengan air laut mempengaruhi distribusi vertikal organisme
  • Durasi pasang :
  1. Struktur dan kesuburan mangrove di suatu kawasan yang memiliki jenis pasang diurnal, semi diurnal, dan campuran akan berbeda.
  2. Komposisi spesies dan distribusi areal yang digenangi berbeda menurut durasi pasang atau frekuensi penggenangan. Misalnya : penggenagan sepanjang waktu maka jenis yang dominan adalah Rhizophora mucronata dan jenis Bruguiera serta Xylocarpus kadang-kadang ada.
  • Rentang pasang (tinggi pasang):
  1. Akar tunjang yang dimiliki Rhizophora mucronata menjadi lebih tinggi pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi dan sebaliknya
  2. Pneumatophora Sonneratia sp menjadi lebih kuat dan panjang pada lokasi yang memiliki pasang yang tinggi.

C. Gelombang dan Arus

  1. Gelombang dan arus dapat merubah struktur dan fungsi ekosistem mangrove. Pada lokasi-lokasi yang memiliki gelombang dan arus yang cukup besar biasanya hutan mangrove mengalami abrasi sehingga terjadi pengurangan luasan hutan.
  2. Gelombang dan arus juga berpengaruh langsung terhadap distribusi spesies misalnya buah atau semai Rhizophora terbawa gelombang dan arus sampai menemukan substrat yang sesuai untuk menancap dan akhirnya tumbuh.
  3. Gelombang dan arus berpengaruh tidak langsung terhadap sedimentasi pantai dan pembentukan padatan-padatan pasir di muara sungai. Terjadinya sedimentasi dan padatan-padatan pasir ini merupakan substrat yang baik untuk menunjang pertumbuhan mangrove
  4. Gelombang dan arus mempengaruhi daya tahan organisme akuatik melalui transportasi nutrien-nutrien penting dari mangrove ke laut. Nutrien-nutrien yang berasal dari hasil dekomposisi serasah maupun yang berasal dari runoff daratan dan terjebak di hutan mangrove akan terbawa oleh arus dan gelombang ke laut pada saat surut.

D. Iklim

Mempengaruhi perkembangan tumbuhan dan perubahan faktor fisik (substrat dan air). Pengaruh iklim terhadap pertimbuhan mangrove melalui cahaya, curah hujan, suhu, dan angin. Penjelasan mengenai faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Cahaya

  • Cahaya berpengaruh terhadap proses fotosintesis, respirasi, fisiologi, dan struktur fisik mangrove
  • Intensitas, kualitas, lama (mangrove adalah tumbuhan long day plants yang membutuhkan intensitas cahaya yang tinggi sehingga sesuai untuk hidup di daerah tropis) pencahayaan mempengaruhi pertumbuhan mangrove
  • Laju pertumbuhan tahunan mangrove yang berada di bawah naungan sinar matahari lebih kecil dan sedangkan laju kematian adalah sebaliknya
  • Cahaya berpengaruh terhadap perbungaan dan germinasi dimana tumbuhan yang berada di luar kelompok (gerombol) akan menghasilkan lebih banyak bunga karena mendapat sinar matahari lebih banyak daripada tumbuhan yang berada di dalam gerombol.

2. Curah hujan

  • Jumlah, lama, dan distribusi hujan mempengaruhi perkembangan tumbuhan mangrove
  • Curah hujan yang terjadi mempengaruhi kondisi udara, suhu air, salinitas air dan tanah
  • Curah hujan optimum pada suatu lokasi yang dapat mempengaruhi pertumbuhan mangrove adalah yang berada pada kisaran 1500-3000 mm/tahun

3. Suhu

  • Suhu berperan penting dalam proses fisiologis (fotosintesis dan respirasi)
  • Produksi daun baru Avicennia marina terjadi pada suhu 18-20C dan jika suhu lebih tinggi maka produksi menjadi berkurang
  • Rhizophora stylosa, Ceriops, Excocaria, Lumnitzera tumbuh optimal pada suhu 26-28C
  • Bruguiera tumbuah optimal pada suhu 27C, dan Xylocarpus tumbuh optimal pada suhu 21-26C

4. Angin

  • Angin mempengaruhi terjadinya gelombang dan arus
  • Angin merupakan agen polinasi dan diseminasi biji sehingga membantu terjadinya proses reproduksi tumbuhan mangrove

E. Salinitas

  1. Salinitas optimum yang dibutuhkan mangrove untuk tumbuh berkisar antara 10-30 ppt
  2. Salinitas secara langsung dapat mempengaruhi laju pertumbuhan dan zonasi mangrove, hal ini terkait dengan frekuensi penggenangan
  3. Salinitas air akan meningkat jika pada siang hari cuaca panas dan dalam keadaan pasang
  4. Salinitas air tanah lebih rendah dari salinitas air

F. Oksigen Terlarut

  1. Oksigen terlarut berperan penting dalam dekomposisi serasah karena bakteri dan fungsi yang bertindak sebagai dekomposer membutuhkan oksigen untuk kehidupannya.
  2. Oksigen terlarut juga penting dalam proses respirasi dan fotosintesis 3. Oksigen terlarut berada dalam kondisi tertinggi pada siang hari dan kondisi terendah pada malam hari

G. Substrat

  1. Karakteristik substrat merupakan faktor pembatas terhadap pertumbuhan mangrove
  2. Rhizophora mucronata dapat tumbuh baik pada substrat yang dalam/tebal dan berlumpur
  3. Avicennia marina dan Bruguiera hidup pada tanah lumpur berpasir
  4. Tekstur dan konsentrasi ion mempunyai susunan jenis dan kerapatan tegakan Misalnya jika komposisi substrat lebih banyak liat (clay) dan debu (silt) maka tegakan menjadi lebih rapat
  5. Konsentrasi kation Na>Mg>Ca atau K akan membentuk konfigurasi hutan Avicennia/Sonneratia/Rhizophora/Bruguiera
  6. Mg>Ca>Na atau K yang ada adalah Nipah
  7. Ca>Mg, Na atau K yang ada adalah Melauleuca

H. Hara

Unsur hara yang terdapat di ekosistem mangrove terdiri dari hara inorganik dan organik.

  1. Inorganik : P,K,Ca,Mg,Na
  2. Organik : Allochtonous dan Autochtonous (fitoplankton, bakteri, alga)

Daftar Pustaka

FAO. Management and Utilization of mangroves in Asia Pasific. FAO Environmental Paper 3, FAO, Rome. 1983 Hutching, P and P.Saenger. Ecology of Mangroves. University of Queensland,
London. 1987 Mann, K.H. Ecology of Coastal Waters. Second Edition. Blackwell Science. 2000 Saenger, P. E.J, Hegerl, and J.P.S. Davie. Global Status of Mangrove Ecosystems.

FUNGSI DAN PERANAN MANGROVE

Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang memberikan banyak keuntungan bagi manusia, berjasa untuk produktivitasnya yang tinggi serta kemampuannya memelihara alam. Mangrove banyak memberikan fungsi ekologis dan karena itulah mangrove menjadi salah satu produsen utama perikanan laut. Mangrove memproduksi nutrien yang dapat menyuburkan perairan laut, mangrove membantu dalam perputaran karbon, nitrogen dan sulfur, serta perairan mengrove kaya akan nutrien baik nutrien organik maupun anorganik. Dengan rata-rata produksi primer yang tinggi mangrove dapat menjaga keberlangsungan populasi ikan, kerang dan lainnya. Mangrove menyediakan tempat perkembangbiakan dan pembesaran bagi beberapa spesies hewan khususnya udang, sehingga biasa disebut “tidak ada mangrove tidak ada udang” (Macnae,1968).

Mangrove membantu dalam pengembangan dalam bidang sosial dan ekonomi masyarakat sekitar pantai dengan mensuplai benih untuk industri perikanan. Selain itu telah diketemukan bahwa tumbuhan mangrove mampu mengontrol aktivitas nyamuk, karena ekstrak yang dikeluarkan oleh tumbuhan mangrove mampu membunuh larva dari nyamuk Aedes aegypti (Thangam and Kathiresan,1989). Itulah fungsi dari hutan mangrove yang ada di India, fungsi­fungsi tersebut tidak jauh berbeda dengan fungsi yang ada di indonesia baik secara fisika kimia, biologi, maupun secara ekonomis.

Secara biologi fungsi dari pada hutan mangrove antara lain sebagai daerah asuhan (nursery ground) bagi biota yang hidup pada ekosisitem mengrove, fungsi yang lain sebagai daerah mencari makan (feeding ground) karena mangrove merupakan produsen primer yang mampu menghasilkan sejumlah besar detritus dari daun dan dahan pohon mangrove dimana dari sana tersedia banyak makanan bagi biota-biota yang mencari makan pada ekosistem mangrove tersebut, dan fungsi yang ketiga adalah sebagai daerah pemijahan (spawning ground) bagi ikan-ikan tertentu agar terlindungi dari ikan predator, sekaligus mencari lingkungan yang optimal untuk memisah dan membesarkan anaknya. Selain itupun merupakan pemasok larva udang, ikan dan biota lainnya. (Claridge dan Burnett,1993)

Secara fisik mangrove berfungsi dalam peredam angin badai dan gelombang, pelindung dari abrasi, penahan lumpur, dan perangkap sedimen.

Dimana dalam ekosistem mangrove ini mampu menghasilkan zat-zat nutrient (organik dan anorganik) yang mampu menyuburkan perairan laut. Selain itupun ekosisitem mangrove berperan dalam siklus karbon, nitrogen dan sulfur.

Secara ekonomi mangrove mampu memberikan banyak lapangan pekerjaan bagi masyarakat, baik itu penyediaan benih bagi industri perikanan, selain itu kayu dari tumbuhan mangrove dapat dimanfaatkan untuk sebagai kayu bakar, bahan kertas, bahan konstruksi yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi. Dan juga saat ini ekosistem mangrove sedang dikembangkan sebagai wahana untuk sarana rekreasi atau tempat pariwisata yang dapat meningkatkan pendapatan negara.

Ekosistem mangrove secara fisik maupun biologi berperan dalam menjaga ekosistem lain di sekitarnya, seperti padang lamun, terumbu karang, serta ekosistem pantai lainnya. Berbagai proses yang terjadi dalam ekosistem hutan mangrove saling terkait dan memberikan berbagai fungsi ekologis bagi lingkungan. Secara garis besar fungsi hutan mangrove dapat dikelompokkan menjadi :

1. Fungsi Fisik

  • Menjaga garis pantai
  • Mempercepat pembentukan lahan baru
  • Sebagai pelindung terhadap gelombang dan arus
  • Sebagai pelindung tepi sungai atau pantai
  • Mendaur ulang unsur-unsur hara penting

2. Fungsi Biologi -Nursery ground, feeding ground, spawning ground, bagi berbagai spesies udang, ikan, dan lainnya -Habitat berbagai kehidupan liar

3. Fungsi Ekonomi

  • Akuakultur
  • Rekreasi
  • Penghasil kayu

Beberapa fungsi ekosistem mangrove yang memiliki hubungan dengan sumberdaya perikanan disajikan pada gambar berikut:

Image

Hutan mangrove mempunyai manfaat ganda dan merupakan mata rantai yang sangat penting dalam memelihara keseimbangan biologi di suatu perairan. Selain itu hutan mangrove merupakan suatu kawasan yang mempunyai tingkat produktivitas tinggi. Tingginya produktivitas ini karena memperoleh bantuan energi berupa zat-zat makanan yang diangkut melalui gerakan pasang surut.

Keadaan ini menjadikan hutan mangrove memegang peranan penting bagi kehidupan biota seperti ikan, udang, moluska dan lainya. Selain itu hutan mangrove juga berperan sebagai pendaur zat hara, penyedia makanan, tempat memijah, berlindung dan tempat tumbuh.

Hutan mangrove sebagai pendaur zat hara, karena dapat memproduksi sejumlah besar bahan organik yang semula terdiri dari daun, ranting dan lainnya. Kemudian jatuh dan perlahan-lahan menjadi serasah dan akhirnya menjadi detritus. Proses ini berjalan lambat namun pasti dan terus menerus sehingga hasil proses pembusukan ini merupakan bahan suplai makanan biota air.

Turner (1975) menyatakan bahwa disamping fungsi hutan mangrove sebagai 'waste land' juga berfungsi sebagai kesatuan fungsi dari ekosistem estuari yang bersifat:

  1. Sebagai daerah yang menyediakan habitat untuk ikan dan udang muda serta biota air lainnya dalam suatu daerah dangkal yang kaya akan makanan dengan predator yang sangat jarang.
  2. Sebagai tumbuhan halofita, mangrove merupakan pusat penghisapan zat-zat hara dari dalam tanah, memberikan bahan organik pada ekosistem perairan. Merupakan proses yang penting dimana tumbuhan menjadi seimbang dengan tekanan garam di akar dan mengeluarkannya.
  3. Hutan mangrove sebagai penghasil detritus atau bahan organik dalam jumlah yang besar dan bermanfaat bag! mikroba dan dapat langsung dimakan oleh biota yang lebih tinggi tingkat. Pentingnya 'detritus food web' ini diakui oleh para ahli dan sangat berguna dilingkungannya. Detritus mangrove menunjang populasi ikan setelah terbawa arus sepanjang pantai.

Berdasarkan hal tersebut diatas, hutan mangrove memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan biota air dalam kesatuan fungsi ekosistem. Dengan bertambah luasnya hutan mangrove, cenderung semakin tinggi produktivitasnya. Hal ini telah dibuktikan oleh Martosubroto (1979) yaitu ada hubungan antara keUmpahan udang diperairan dengan luasnya hutan mangrove. Demikian pula hasil penelitian dari Djuwito (1985) terhadap struktur komunitas ikan di Segara Anakan memberikan indikasi bahwa perairan tersebut tingkat keanekaragamannya tinggi, dibandingkan dengan daerah Cibeureum yang dipengaruhi oleh sifat daratan. Tingginya keanekaragaman jenis ikan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor makanan dan faktor kompetisi.

Produksi primer bersih merupakan bagian dari produksi primer fotosintesis tumbuhan yang tersisa setelah beberapa bagian digunakan untuk respirasi tumbuhan

yang bersangkutan. Fotosintesis dan respirasi adalah dua elemen pokok dari produksi primer bersih. Komponen-komponen produksi primer bersih adalah keseluruhan dari organ utama tumbuhan meliputi daun, batang dan akar. Selain itu, tumbuhan epfit seperti alga pada pneumatofor,dasar pohon dan permukaan tanah juga memberikan sumbangan kepada produksi primer bersih.

Clough (1986) menyatakan produksi primer bersih mangrove berupa mated yang tergabung dalam biomassa tumbuhan yang selanjutnya akan lepas sebagai serasah atau dikonsumsi oleh organisme heterotrof atau dapat juga dinyatakan sebagai akumulasi materi organik bam dalam jaringan tumbuhan sebagai kelebihan dari respirasi yang biasanya dinyatakan dalam berat kering materi organik.

Sebagai produser primer, mangrove memberikan sumbangan berarti terhadap produktivitas pada ekosistem estuari dan perairan pantai melalui siklus materi yang berdasarkan pada detritus atau serasah (Head, 1969 dalam Clough, 1982). Produktivitas merupakan faktor penting dari ekosistem mangrove dan produksi daun mangrove sebagai serasah dapat digunakan untuk menggambarkan produktivitas (Chapman, 1976).


Tabel 1. Produk dan Jasa Yang diperoleh dari ekosistem mangrove

Construction, fuel and chemicals

Ecological services (continued)

Timber (poles)

Trap for particulate matter

Firewood

Provision of nursery, breeding, feeding and roosting

Tannins

sites

Human Food

Storage and recycling of organic matter, nutrients and

Fish

pollutants

Crustaceans

Export of organic matter and nutrients

Mollusks

Biological regulation of ecosystem processes and

Honey

functions

Other fauna

Production of oxygen

Ecological services

Sink for carbon dioxide

Protection against floods and

Water catchment and groundwater recharge

hurricanes

Topsoil formation

Control of shoreline and riverbank

Influence on local and global climate

erosion

Sustaining the livelihood of coastal communities

Biophysical support to other

Heritage values

coastal ecosystems

Artistic inspiration

Maintenance of biodiversity and

Educational and scientific information

genetic resources

Recreation and tourism

Salinity buffer

Sumber : Ruitenbeek, 1994; Jin-Eong, 1995; Gilbert and Janssen, 1998; Rönnbäck, 1999.

Daftar Pustaka
FAO, 1982. Management and Utilization of Mangroves in Asia and the Pasific. FAO Environmental Paper 3. FAO, Rome. Saenger, P.,E.J.Hegerl, and J.P.S. Davie. 1983. Global Status of Mangrove Ecosystems. Comission on Ecology Papers No.3, IUCN Hutchings, P and Peter, S, 1987. Ekologi of mangroves. University of Queensland. London

FAUNA MANGROVE DAN INTERAKSI DI EKOSISTEM MANGROVE

Fauna Mangrove

Fauna yang terdapat di ekosistem mangrove merupakan perpaduan antara fauna ekosistem terestrial, peralihan dan perairan. Fauna terestrial kebanyakan hidup di pohon mangrove sedangkan fauna peralihan dan perairan hidup di batang, akar mangrove dan kolom air. Beberapa fauna yang umum dijumpai di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut:

Mamalia

Banyak mamalia terdapat di hutan mangrove tetapi hanya sedikit yang hidup secara permanen dan jumlahnya terbatas. Hutan mangrove merupakan habitat tempat hidup beberapa mamalia yang sudah jarang ditemukan dan. Pada saat terjadinya surut banyak monyet-monyet (Macacus irus) terlihat mencari makanan seperti shell-fish dan kepiting sedangkan kera bermuka putih (Cebus capucinus) memakan cockles di mangrove. Indikasi pemangsaan ini diperoleh dari sedikitnya jumlah cockles yang ditemukan di lokasi mangrove yang memiliki banyak kera. Jika jumlah kera menjadi sangat banyak akan mempengaruhi pembenihan mangrove karena komunitas ini menginjak lokasi yang memiliki benih sehingga benih mati. Kera proboscis (Nasalis larvatus) merupakan endemik di mangrove Borneo, yang mana ia memakan daun-daunan Sonneratia caseolaris dan Nipa fruticans (FAO,1982) juga propagul Rhizophora. Sebaliknya, kera-kera tersebut di mangsa oleh buaya-buaya dan diburu oleh pemburu gelap. Hewan-hewan menyusui lainnya termasuk Harimau Royal Bengal (Panthera tigris), macan tutul (Panthera pardus) dan kijing bintik (Axis axis), babi–babi liar (Sus scrofa) dan Kancil (Tragulus sp) di rawa-rawa Nipa di sepanjang selatan dan tenggara Asia ; binatang-binatang karnivora kecil seperti ikan-ikan berkumis seperti kucing (Felix viverrima), musang (Vivvera sp dan Vivverricula sp), luwak (Herpestes sp). Berang-berang (Aonyx cinera dan Lutra sp) umum terdapat di hutan mangrove namun jarang terlihat. Sedangkan Lumba-lumba seperti lumba-lumba Gangetic (Platanista gangetica) dan lumba-lumba biasa (Delphinus delphis) juga umum ditemukan di sungai-sungai hutan mangrove, yaitu seperti Manatees (Trichechus senegalensis dan Trichechus manatus latirostris) dan Dugong (Dugong dugon), meskipun spesies-spesies ini pertumbuhannya jarang dan pada beberapa tempat terancam mengalami kepunahan.

Reptil dan Ampibia

Beberapa spesies reptilia yang pernah ditemukan di kawasan mangrove Indonesia antara lain biawak (Varanus salvatoe), Ular belang (Boiga dendrophila), dan Ular sanca (Phyton reticulates), serta berbagai spesies ular air seperti Cerbera rhynchops, Archrochordus granulatus, Homalopsis buccata dan Fordonia leucobalia. Dua jenis katak yang dapat ditemukan di hutan mangrove adalah Rana cancrivora dan R. Limnocharis.

Buaya-buaya dan binatang alligator merupakan binatang-binatang reptil yang sebagian besar mendiami daerah berair dan daerah muara. Dua spesies buaya (Lagarto), Caiman crocodilus (Largarto cuajipal) dapat dijumpai umum dijumpai di hutan mangrove, dan sebagai spesies yang berada dalam keadaan waspada karena kulitnya diperdagangkan secara internasional. Caiman acutus mempunyai wilayah geografi yang sangat luas dan dapat ditemukan di Cuba, Pantai lautan Pasifik di Amerika Tengah, Florida dan Venezuela. Jenis buaya Cuba, seperti Crocodilus rhombifer terdapat di Cienaga de Lanier dan bersifat endemik. Aligator Amerika seperti Alligator mississippiensis tercatat sebagai spesies yang membahayakan di Florida ( Hamilton dan Snedaker, 1984). Buaya yang memiliki moncong panjang (Crocodilus cataphractus) terdapat di daerah hutan bakau Afrika dan di Asia. Berbagai cara dilakukan untuk melindungi hewan-hewan tersebut tergantung negara masing-masing misalnya di India, Bangladesh, Papua New Guinea dan Australia mengadakan perlindungan dengan cara konservasi, ( FAO, 1982). Sejumlah besar kadal, Iguana iguana (iguana) dan Cetenosaura similis (garrobo) pada umumnya terdapat di hutan mangrove di Amerika Latin, dimana mereka menjadi santapan masyarakat setempat sebagaimana juga jenis kadal yang serumpun dengan mereka di Afrika bagian barat (Varanus salvator). Pada umumnya penyu merupakan sebagai mahkluk sungai yang meletakkan telur-telur mereka pada pantai berpasir yang memiliki hutan mangrove. Selain hewan-hewan tersebut ular juga dapat ditemukan di sekitar area mangrove, khususnya pada dataran yang mengarah ke laut.

Burung

Pada saat terjadinya perubahan pasang surut merupakan suatu masa yang ideal bagi berlindungnya burung (dunia burung), dan merupakan waktu yang ideal bagi burung untuk melakukan migrasi. Menurut Saenger et al. (1954), tercatat sejumlah jenis burung yang hidup di hutan mangrove yang mencapai 150-250 jenis. Beberapa penelitian tentang burung di Asia Tenggara telah dilakukan oleh Das dan Siddiqi 1985 ; Erftemeijer, Balen dan Djuharsa, 1988; Howes,1986 dan Silvius, Chan dan Shamsudin,1987.

Di Kuba, terdapat beberapa spesies yang menempati tempat atau dataran tinggi seperti Canario del manglar (Dendroica petechis gundlachi) dan tempat yang lebih rendah seperti Oca del manglar (Rallus longirostris caribaeus). Burung yang paling banyak adalah Bangau yang berkaki panjang. Dan yang termasuk burung pemangsa adalah Elang laut (Haliaetus leucogaster), Burung layang-layang (Haliastur indus), dan elang pemakan ikan (Ichthyphagus ichthyaetus). Burung pekakak dan pemakan lebah adalah burung-burung berwarna yang biasa muncul atau kelihatan di hutan mangrove.

Sumber Daya Perairan

Substrat yang ada di ekosistem mangrove merupakan tempat yang sangat disukai oleh biota yang hidupnya di dasar perairan atau bentos. Dan kehidupan beberapa biota tersebut erat kaitannya dengan distribusi ekosistem mangrove itu sendiri. Sebagai contoh adalah kepiting yang sangat mudah untuk membuat liang pada substrat lunak yang ditemukan di ekosistem mangrove. Beberapa sumberdaya perairan yang sering ditemukan di ekosistem mangrove dijelaskan sebagai berikut :

a. Ikan

Ikan di daerah hutan mangrove cukup beragam yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yaitu :

  • Ikan penetap sejati, yaitu ikan yang seluruh siklus hidupnya dijalankan di daerah hutan mangrove seperti ikan Gelodok (Periopthalmus sp).
  • Ikan penetap sementara, yaitu ikan yang berasosiasi dengan hutan mangrove selama periode anakan, tetapi pada saat dewasa cenderung menggerombol di sepanjang pantai yang berdekatan dengan hutan mangrove, seperti ikan belanak (Mugilidae), ikan Kuweh (Carangidae), dan ikan Kapasan, Lontong (Gerreidae).
  • Ikan pengunjung pada periode pasang, yaitu ikan yang berkunjung ke hutan mangrove pada saat air pasang untuk mencari makan, contohnya ikan Kekemek, Gelama, Krot (Scianidae), ikan Barakuda, Alu-alu, Tancak (Sphyraenidae), dan ikan-ikan dari familia Exocietidae serta Carangidae.
  • Ikan pengunjung musiman. Ikan-ikan yang termasuk dalam kelompok ini menggunakan hutan mangrove sebagai tempat asuhan atau untuk memijah serta tempat perlindungan musiman dari predator.

b. Crustacea dan Moluska

Berbagai jenis fauna yang relatif kecil dan tergolong dalam invertebrata, seperti udang dan kepiting (Krustasea), gastropoda dan bivalva (Moluska), Cacing (Polikaeta) hidup di hutan mangrove. Kebanyakan invertebrata ini hidup menempel pada akar-akar mangrove, atau di lantai hutan mangrove. Sejumlah invertebrata tinggal di dalam lubang-lubang di lantai hutan mangrove yang berlumpur. Melalui cara ini mereka terlindung dari perubahan temperatur dan faktor lingkungan lain akibat adanya pasang surut di daerah hutan mangrove.

Biota yang paling banyak dijumpai di ekosistem mangrove adalah crustacea dan moluska. Kepiting, Uca sp dan berbagai spesies Sesarma umumnya dijumpai di hutan Mangrove. Kepiting-kepiting dari famili Portunidae juga merupakan biota yang umum dijumpai. Kepiting-kepiting yang dapat dikonsumsi (Scylla serrata) termasuk produk mangrove yang bernilai ekonomis dan menjadi sumber mata pencaharian penduduk sekitar hutan mangrove. Udang yang paling terkenal termasuk udang raksasa air tawar (Macrobrachium rosenbergii) dan udang laut (Penaeus indicus , P. Merguiensis, P. Monodon, Metapenaeus brevicornis) seringkali juga ditemukan di ekosistem mangrove. Semua spesies-spesies ini umumnya mempunyai dasar-dasar sejarah hidup yang sama yaitu menetaskan telurnya di ekosistem mangrove dan setelah mencapai dewasa melakukan migrasi ke laut. Ekosistem mangrove juga merupakan tempat memelihara anak- anak ikan. Migrasi biota ini berbeda-beda tergantung spesiesnya. Udang Penaeus dijumpai melimpah jumlahnya hingga kedalaman 50 meter sedangkan Metapenaeus paling melimpah dalam kisaran kedalaman 11-30 meter dan Parapenaeopsis terbatas hanya pada zona 5-20 meter. Penaeid bertelur sepanjang tahun tetapi periode puncaknya adalah selama Mei – Juni dan Oktober- Desember yang bertepatan dengan datangnya musim hujan atau angin musim. P. Merquiensis setelah post larva ditemukan pada bulan November dan Desember dan setelah 3 - 4 bulan berada di mangrove mencapai juvenile dan pada bulan Maret sampai Juni juvenil berpindah ke air yang dangkal. Setelah mencapai dewasa atau lebih besar, udang akan bergerak lebih jauh lagi keluar garis pantai untuk bertelur dengan kedalaman melebihi 10 meter. Waktu untuk bertelur dimulai bulan Juni dan berlanjut sampai akhir Januari.

Molusca yang memiliki nilai ekonomis biasanya sudah jarang ditemukan di ekosistem mangrove karena dieksploitasi secara besar-besaran. Contohnya adalah spesies Anadara sp saat ini jarang ditemukan di beberapa lokasi ekosistem mangrove karena dieksploitasikan secara berlebihan. Bivalva lain yang paling penting di wilayah mangrove adalah kerang darah (Anadara granosa) dan gastropod yang biasanya juga dijumpai terdiri dari Cerithidia obtusa, Telescopium mauritsii dan T telescopium. Kerang-kerang ini merupakan sumber daya yang penting dalam produksi perikanan, dan karena mangrove mampu menyediakan substrat sebagai tempat berkembang biak yang sesuai, dan sebagai penyedia pakan maka dapat mempengaruhi kondisi perairan sehingga menjadi lebih baik. Kerang merupakan sumberdaya penting dalam pasokan sumber protein dan sumber penghasilan ekonomi jangka panjang. Untuk penduduk sekitar pantai menjadikan kerang sebagai salah satu jenis yang penting dalam penangkapan di wilayah mangrove.

Image

Gambar 4-1. Fauna perairan yang hidup di ekosistem mangrove (Bengen,2002)

Common Flora and Fauna of the Mangrove Community

Canopy

Frigate Bird, Fregata magnificans Double Crested Cormorant, Phalacrocorax carbo Brown Noddy, Anous stolidus Great White Heron, Adrea herodias Wurdemann's Heron, Ardea herodias Brown Pelican, Pelicanus occidentalis Roseate Spoonbill, Ajajia ajaia Osprey, Pandion haliaetus

Lower Trunks and Ground

Mangrove Periwinkle, Littorina angulifera Coffee Bean Snail, Melampus coffeus Mangrove Tree Crab, Goniopsis cruentata Fiddler Crab, Uca sp. Signature Spider, Argiope argentata Crab-like Orb Weaving Spider, Gasteracantha elipsoides Butterfly Caterpillar American Alligator, Alligator mississippiensis Eastern Diamondback Rattle Snake, Crotalus adamanteus Mangrove Snake, Nerodia clarkii compressicauda American Coot, Fulica americana Snowy Egret, Egretta thula Green Heron, Butorides striatus Reddish Egret, Dichromanassa rufescens Greater Yellowlegs, Tringa melanoleuca Key Deer, Odocoileus virginianus clavium Buttonwood, Conocarpus erectus Giant Wild Pine, Tillandsia fasciculata Twisted Bromeliad, Tillandsia pruinosa Spanish Moss, Tillandsia usneoides Perennial Glasswort, Salicornia virginica Black Needle Rush, Juncus roemerianus Reindeer Lichen

Encrusted on Prop Roots

Fire Sponge, Tedania ignis Variable Sponge, Anthosigmella varians Green Sponge, Haliclona viridis Red Sponge, Haliclona rubens Chicken Liver Sponge, Chondrilla nucula Heavenly Sponge, Dysidea ethera Stinging Hydroids, Pinnaria sp. Pale Anemone, Aptasia tagetes Speckeled Anemone, Epicistis crucifer Green Social Zooanthid, Zooanthus pulchellus Clubbed Finger Coral, Porites porites Feather Duster Worm Tubes, Family Sabellidae Tree Oyster, Isogomon sp. Starred Barnacle, Chthamalus stellate Lined Flatworm, Pseudoceros crozeri Beaded Sea Cucumber, Euapta lappa Mangrove Tunicate, Ecteinascidia turbinata Bulb Tunicate, Clavelina sp. White Sponge Tunicate, Didemnum candidum White Mermaid's Wineglass, Acetabularia crennulata Sea Pearls, Valonia macrophysa Rough Bubble Alga, Dictyospaeria cavernosa Green Grape Alga, Caulerpa racemosa Flat Green Feather Alga, Caulerpa mexicana

Waters surrounding Prop Roots, Channels and Flats

Loggerhead Sponge, Speciospongia vesparium Vase Sponge, Ircinia compana Upside Down Jellyfish, Cassiopeia xamachana Pink Tipped Anemone, Chondylactis gigantea Angular Sea Whip, Pterogorgia anceps Rough Starlet Coral, Siderastrea radians Rose Coral, Manacina areolata Tulip Mussel, Modiolus americanus Stocky Cerith, Cerithium letteratus Florida Cone, Conus floridanus floridensis Spaghetti Worm, Eupolymnia nebulosa Greater Blue Crab, Callinectes sapidus Stone Crab, Menippe mercenaria Florida Spiny Lobster, Panulirus argus Thorny Sea Star, Echinaster spinulosus Silversides, probably Hardhead Silverside, Atherinomorus stipes Juvenile Blue Angelfish, Holocanthus bermudensis Juvenile Porkfish, Anisotremus virginicus Gray or Mangrove Snapper, Lutjanus griseus Schoolmaster Snapper, Lutjanus apodus Lined Seahorse, Hippocampus erectus Great Barracuda, Sphryaena barracuda Scrawled Cowfish, Lactophrys quadricornis Snook, Centropomus undecimalis Permit, Trachinotus falcatus Sea Lettuce, Ulva oxysperma Paddle Blade Alga, Avrainvillea sp. Oatmeal Alga, Halimeda sp. Double Helix Alga, Hydroclathrus clathratus Forked Tumbleweed, Dictyota cervicornis Turtle Grass, Thalassia testudinum Manatee Grass, Syringodium filiforme Shoal Grass, Halodule wrightii

Interaksi Di Ekosistem Mangrove

Secara umum di perairan terdapat dua tipe rantai makanan yaitu rantai makanan langsung dan rantai makanan detritus. Di ekosistem mangrove rantai makanan yang ada untuk biota perairan adalah rantai makanan detritus. Detritus diperoleh dari guguran daun mangrove yang jatuh ke perairan kemudian mengalami penguraian dan berubah menjadi partikel kecil yang dilakukan oleh mikroorganisme seperti bakteri dan jamur.
Keberhasilan dari pengaturan menggabungkan dari mangrove berupa sumber penghasil kayu dan bukan kayu, bergantung dari pemahaman kepada; satu parameter dari ekologi dan budaya untuk pengelolaan kawasan hutan (produksi primer) dan yang kedua secara biologi dimana produksi primer dari hutan mangrove merupakan sumber makanan bagi organisme air (produksi sekunder). Pemahaman aturan tersebut merupakan kunci dalam memelihara keseimbangan spesies yang merupakan bagian dari ekosistem yang penting.
Rantai ini dimulai dengan produksi karbohidrat dan karbon oleh tumbuhan melalui proses Fotosintesis. Sampah daun kemudian dihancurkan oleh amphipoda dan kepiting. (Head, 1971; Sasekumar, 1984). Proses dekomposisi berlanjut melalui pembusukan daun detritus secara mikrobial dan jamur (Fell et al., 1975; Cundel et al., 1979) dan penggunaan ulang partikel detrital (dalam wujud feses) oleh bermacam-macam detritivor (Odum dan Heald, 1975), diawali dengan invertebrata meiofauna dan diakhiri dengan suatu spesies semacam cacing, moluska, udang-udangan dan kepiting yang selanjutnya dalam siklus dimangsa oleh karnivora tingkat rendah. Rantai makanan diakhiri dengan karnivora tingkat tinggi seperti ikan besar, burung pemangsa, kucing liar atau manusia.
Sumber energi lain yang juga diketahui adalah karbon yang di konsumsi ekosistem mangrove (contoh diberikan oleh Carter et al., 1973; Lugo dan Snedaker 1974; 1975 dan Pool et al; 1975). Dalam siklus ini dimasukan input fitoplankton, alga bentik dan padang lamun, dan epifit akar Odum et al. (1982).. Sebagai contoh fitoplankton mungkin berguna sebagai sebuah sumber energi dalam mangrove dengan ukuran yang besar dari perairan dalam yang relatif bersih. Akar mangrove penyangga epifit juga memiliki produksi yang tinggi. Nilai produksi perifiton pada akar penyangga adalah 1,4 dan 1,1 gcal/m2/d telah dilaporkan. (Lugo et al. 1975; Hoffman and Dawes,1980). Secara umum jaring makanan di ekosistem mangrove disajikan pada Gambar 4-2.

Image

EKOLOGI KARANG TERUMBU

Faktor-faktor lingkungan yang berperan dalam perkembangan ekosistem terumbu karang

Ekosistem terumbu karang dapat berkembang dengan baik apabila kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan karang (gambar 1).

Image

Gambar 1. Kombinasi faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan karang dan perkembangan terumbu.

SUHU

Secara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 °C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 °C. Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 °C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 °C.

SALINITAS

Terumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 32­35 ‰. Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas. Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur). Di sisi

lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.

CAHAYA DAN KEDALAMAN

Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang. Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.

KECERAHAN

Faktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.

PAPARAN UDARA (aerial exposure)

Paparan udara terbuka merupakan faktor pembatas karena dapat mematikan jaringan hidup dan alga yang bersimbiosis di dalamnya.

GELOMBANG

Gelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami. Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang.

ARUS

Faktor arus dapat berdampak baik atau buruk. Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatif apabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.

Pertumbuhan karang dan perkembangan terumbu

Berdasarkan fungsinya dalam pembentukan terumbu (hermatype-ahermatype) dan ada/tidaknya alga simbion (symbiotic-asymbiotic), maka karang terbagi menjadi empat kelompok berikut: (Gambar 2)

  1. Hermatypes-symbionts. Kelompok ini terdiri dari anggota karang pembangun terumbu yaitu sebagian besar anggota Scleractinia (karang batu), Octocorallia (karang lunak) dan Hydrocorallia.
  2. Hermatypes-asymbionts.· Kelompok ini merupakan karang dengan pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka kapur masif tanpa bantuan zooxanthellae, sehingga mereka mampu untuk hidup di dalam perairan yang tidak ada cahaya.· Di antara anggotanya adalah Scleractinia asimbiotik dengan genus Tubastrea dan Dendrophyllia, dan hydro-corals jenis Stylaster rosacea.
  3. Ahermatypes-symbionts. Anggota kelompok ini antara lain dari genus Heteropsammia dan Diaseris (Scleractinia: Fungiidae) dan Leptoseris (Agaricidae) yang hidup dalam bentuk polip tunggal kecil atau koloni kecil sehingga tidak termasuk dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga terdiri dari Ordo Alcyonacea dan Gorgonacea yang mempunyai alga simbion namun bukan pembangun kerangka kapur masif (matriks terumbu).
  4. Ahermatypes-asymbionts. Anggota kelompok ini antara lain terdiri dari genus Dendrophyllia dan Tubastrea (Ordo Scleractinia) yang mempunyai polip yang kecil.· Termasuk juga dalam kelompok ini adalah kerabat karang batu dari Ordo Antipatharia dan Corallimorpha (Subkelas Hexacorallia) dan Subkelas Octocorallia asimbiotik.

Image

Gambar 2. Karang dalam sistem Filum Coelenterata; karang hermatypic pembangun terumbu berada dalam garis terputus-putus

Karang hermatipik, yang umumnya didominasi oleh Ordo Scleractinia, memiliki alga simbion atau zooxanthellae yang hidup di lapisan gastrodermis.· Di lapisan ini, zooxanthellae sangat berperan membantu pemenuhan kebutuhan nutrisi dan oksigen bagi hewan karang melalui proses fotosintesis (gambar 3).· Zooxanthellae merupakan istilah umum bagi alga simbion dari kelompok dinoflagellata yang hidup di dalam jaringan hewan lain, termasuk karang, anemon, moluska, dan taksa hewan yang lain.·

Hubungan yang erat (simbiosis) antara hewan karang dan zooxanthellae dapat dikategorikan sebagai simbiosis mutualisme, karena hewan karang menyediakan tempat berlindung bagi zooxanthellae dan memasok secara rutin kebutuhan bahan-bahan anorganik yang diperlukan untuk fotosintesis, sedangkan hewan karang diuntungkan dengan tersedianya oksigen dan bahan-bahan organik dari zooxanthellae.

Image

Gambar 3. Peran alga simbion (zooxanthellae) dalam menyokong pertumbuhan karang.

Koloni karang baru akan berkembang, jika polip karang melakukan perkembangbiakan secara aseksual, budding dan fragmentation (gambar 4). Melalui proses budding, koloni karang berkembang melalui dua cara yaitu intratentacular budding dan extratentacular budding. Intratentacular budding terjadi apabila pertambahan polip berasal dari satu polip yang terbelah menjadi dua, sedangkan extratentacular budding terjadi jika tumbuh satu mulut polip bertentakel pada ruang kosong antara polip satu dan polip lain. Selain itu, koloni baru dapat berkembang dari patahan karang yang terpisah dari koloni induk akibat gelombang atau aksi fisik lain, bila patahan tersebut melekatkan diri pada substrat keras dan tumbuh melalui mekanisme budding.

Image

Gambar 4. Mekanisme pembentukan koloni karang melalui proses budding

Perkembangan terumbu karang secara umum dikendalikan oleh sejumlah faktor utama yang bekerja dalam skala ruang yang bersifat makro (global), meso (regional), dan mikro (pulau). Ketiga faktor kendali utama tersebut terdiri atas faktor-faktor lingkungan yang dijabarkan sebagai berikut:

  1. Kendali skala makro
    1. Gaya tektonik
    2. Paras muka laut
  2. Kendali skala meso
    1. Suhu
    2. Salinitas
    3. Energi gelombang
  3. Kendali skala mikro
    1. Cahaya
    2. Nutrien
    3. Sedimen
    4. Topografi masa lampau

Interaksi yang terjadi di dalam ekosistem terumbu karang

Terumbu karang bukan merupakan sistem yang statis dan sederhana, melainkan suatu ekosistem yang dinamis dan kompleks. Tingginya produktivitas primer di ekosistem terumbu karang, bisa mencapai 5000 g C/m2/tahun, memicu produktivitas sekunder yang tinggi, yang berarti komunitas makhluk hidup yang ada di dalamnya sangat beraneka ragam dan tersedia dalam jumlah yang melimpah. Berbagai jenis makhluk hidup yang ada di ekosistem terumbu karang saling berinteraksi satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, membentuk suatu sistem kehidupan. Sistem kehidupan di terumbu karang dapat bertambah atau berkurang dimensinya akibat interaksi kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan fisik.

Secara umum interaksi yang terjadi di ekosistem terumbu karang terbagi atas interaksi yang sifatnya sederhana, hanya melibatkan dua jenis biota (dari spesies yang sama atau berbeda), dan interaksi yang bersifat kompleks karena melibatkan biota dari berbagai spesies dan tingkatan trofik. Berikut ini disajikan berbagai macam interaksi yang bersifat sederhana, yang dapat berupa persaingan (kompetisi), pemangsaan oleh predator, grazing, komensalisme dan mutualisme, beserta contohnya di ekosistem terumbu karang.

INTERAKSISE DERHANA

PERSAINGAN

Persaingan memperoleh ruang

- Karang batu vs Karang lunak

- Koloni karang batu vs Koloni bulu babi

Persaingan memperoleh makanan

PEMANGSAAN

Pemangsaan karang oleh predatornya (Acanthaster planci, Chaetodontidae, Tetraodontidae).

GRAZING

Pengendalian/pengaturan invasi ruang alga melalui konsumsi ikan herbivor (Acanthuridae, Scaridae).

KOMENSALISME

Hubungan yang erat antara ikan pembersih dengan inangnya.

MUTUALISME

Hubungan yang erat antara karang batu dengan zooxanthellae, anemon dengan ikan giru (Amphiprion atau Premnas), ikan Pomacentridae dengan koloni karang batu, dan lain-lain.

INTERAKSI KOMPLEKS

Mekanisme lain untuk mengkaji interaksi antar biota yang hidup di ekosistem terumbu karang adalah melalui jejaring makanan (gambar 5). Dibandingkan interaksi antar biota yang ada dalam persaingan, predasi, simbiosis mutualisme, dan simbiosis komensalisme, maka interaksi yang terjadi dalam sistem jejaring makanan di ekosistem terumbu karang merupakan interaksi yang kompleks.

Image

Gambar 5. Jejaring makanan di ekosistem terumbu karang.

Secara garis besar tingkat trofik dalam jejaring makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok produsen yang bersifat autotrof karena dapat memanfaatkan energi matahari untuk mengubah bahan-bahan anorganik menjadi karbohidrat dan oksigen yang diperlukan seluruh makhluk hidup, dan kelompok konsumen yang tidak dapat mengasimilasi bahan makanan dan oksigen secara mandiri (heterotrof).

PRODUSENKarang batu (zooxanthellae), alga makro, alga koralin, bakteri fotosintetik

KONSUMENKarang batu (polip), Ikan, Ekhinodermata, Annelida, Polikhaeta, Krustasea, Holothuroidea, Moluska, dll.

Karang batu dapat berperan ganda, sebagai produsen dan konsumen. Hal ini dimungkinkan oleh adanya endosimbiosis dengan zooxanthellae, yang di hari terang melakukan proses fotosintesis, sedangkan di hari gelap karang batu memiliki tentakel-tentakel bersengat (nematocyst) yang dapat dijulurkan untuk memangsa zooplankton dan hewan-hewan renik lainnya.

EKOSISTEM PADANG LAMUN

Definisi

Perairan pesisir merupakan lingkungan yang memperoleh sinar matahari cukup yang dapat menembus sampai ke dasar perairan. Di perairan ini juga kaya akan nutrien karena mendapat pasokan dari dua tempat yaitu darat dan lautan sehingga merupakan ekosistem yang tinggi produktivitas organiknya. Karena lingkungan yang sangat mendukung di perairan pesisir maka tumbuhan lamun dapat hidup dan berkembang secara optimal. Lamun didefinisikan sebagai satu-satunya tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di dalam air dan memiliki rhizoma, daun, dan akar sejati. Beberapa ahli juga mendefinisikan lamun (Seagrass) sebagai tumbuhan air berbunga, hidup di dalam air laut, berpembuluh, berdaun, berimpang, berakar, serta berbiak dengan biji dan tunas.

Image

Gambar Lamun jenis Halophila sp

Karena pola hidup lamun sering berupa hamparan maka dikenal juga istilah padang lamun (Seagrass bed) yaitu hamparan vegetasi lamun yang menutup suatu area pesisir/laut dangkal, terbentuk dari satu jenis atau lebih dengan kerapatan padat atau jarang. Sedangkan sistem (organisasi) ekologi padang lamun yang terdiri dari komponen biotik dan abiotik disebut Ekosistem Lamun (Seagrass ecosystem). Habitat tempat hidup lamun adalah perairan dangkal agak berpasir dan sering juga dijumpai di terumbu karang.

Ekosistem padang lamun memiliki kondisi ekologis yang sangat khusus dan berbeda dengan ekosistem mangrove dan terumbu karang. Ciri-ciri ekologis padang lamun antara lain adalah :

  1. Terdapat di perairan pantai yang landai, di dataran lumpur/pasir
  2. Pada batas terendah daerah pasang surut dekat hutan bakau atau di dataran terumbu karang
  3. Mampu hidup sampai kedalaman 30 meter, di perairan tenang dan terlindung
  4. Sangat tergantung pada cahaya matahari yang masuk ke perairan
  5. Mampu melakukan proses metabolisme secara optimal jika keseluruhan tubuhnya terbenam air termasuk daur generatif
  6. Mampu hidup di media air asin
  7. Mempunyai sistem perakaran yang berkembang baik.

Klasifikasi

Lamun memiliki bunga, berpolinasi, menghasilkan buah dan menyebarkan bibit seperti banyak tumbuhan darat. Dan klasifikasi lamun adalah berdasarkan karakter tumbuh-tumbuhan. Selain itu, genera di daerah tropis memiliki morfologi yang berbeda sehingga pembedaan spesies dapat dilakukan dengan dasar gambaran morfologi dan anatomi.

Lamun merupakan tumbuhan laut monokotil yang secara utuh memiliki perkembangan sistem perakaran dan rhizoma yang baik. Pada sistem klasifikasi, lamun berada pada Sub kelas Monocotyledoneae, kelas Angiospermae. Dari 4 famili lamun yang diketahui, 2 berada di perairan Indonesia yaitu Hydrocharitaceae dan Cymodoceae. Famili Hydrocharitaceae dominan merupakan lamun yang tumbuh di air tawar sedangkan 3 famili lain merupakan lamun yang tumbuh di laut.

Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan melakukan reproduksi pada saat terbenam. Lamun juga memiliki karakteristik tidak memiliki stomata, mempertahankan kutikel yang tipis, perkembangan shrizogenous pada sistem lakunar dan keberadaan diafragma pada sistem lakunar. Salah satu hal yang paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah air.

Secara rinci klasifikasi lamun menurut den Hartog (1970) dan Menez, Phillips, dan Calumpong (1983) adalah sebagai berikut :

Divisi

: Anthophyta

Kelas

: Angiospermae

Famili

: Potamogetonacea

Subfamili

: Zosteroideae

Genus

: Zostera

Phyllospadix

Heterozostera

Subfamili

: Posidonioideae

Genus

: Posidonia

Subfamili

: Cymodoceoideae

Genus

: Halodule

Cymodoceae

Syringodium

Amphibolis

Thalassodendron

Famili

: Hydrocharitaceae

Subfamili

: Hydrocharitaceae

Karakter sistem vegetatif

Bentuk vegetatif lamun memperlihatkan karakter tingkat keseragaman yang tinggi. Hampir semua genera memiliki rhizoma yang sudah berkembang dengan baik dan bentuk daun yang memanjang (linear) atau berbentuk sangat panjang seperti ikat pinggang (belt), kecuali jenis Halophila memiliki bentuk lonjong.

Berbagai bentuk pertumbuhan tersebut mempunyai kaitan dengan perbedaan ekologik lamun (den Hartog, 1977). Misalnya Parvozosterid dan Halophilid dapat dijumpai pada hampir semua habitat, mulai dari pasir yang kasar sampai limpur yang lunak, mulai dari daerah dangkal sampai dalam, mulai dari laut terbuka sampai estuari. Magnosterid dapat dijumpai pada berbagai substrat, tetapi terbatas pada daerah sublitoral sampai batas rata-rata daerah surut. Secara umum lamun memiliki bentuk luar yang sama, dan yang membedakan antar spesies adalah keanekaragaman bentuk organ sistem vegetatif. Menjadi tumbuhan yang memiliki pembuluh, lamun juga memiliki struktur dan fungsi yang sama dengan tumbuhan darat yaitu rumput. Berbeda dengan rumput laut (marine alga/seaweeds), lamun memiliki akar sejati, daun, pembuluh internal yang merupakan sistem yang menyalurkan nutrien, air, dan gas.

Image
Gambar . Morfologi Lamun

Akar

Terdapat perbedaan morfologi dan anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang dapat digunakan untuk taksonomi. Akar pada beberapa spesies seperti Halophila dan Halodule memiliki karakteristik tipis (fragile), seperti rambut, diameter kecil, sedangkan spesies Thalassodendron memiliki akar yang kuat dan berkayu dengan sel epidermal. Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar dan akar rambut lamun tidak berkembang dengan baik. Namun, beberapa penelitian memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat.

Akar-akar halus yang tumbuh di bawah permukaan rhizoma, dan memiliki adaptasi khusus (contoh : aerenchyma, sel epidermal) terhadap lingkungan perairan. Semua akar memiliki pusat stele yang dikelilingi oleh endodermis. Stele mengandung phloem (jaringan transport nutrien) dan xylem (jaringan yang menyalurkan air) yang sangat tipis. Karena akar lamun tidak berkembang baik untuk menyalurkan air maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak berperan penting dalam penyaluran air.

Patriquin (1972) menjelaskan bahwa lamun mampu untuk menyerap nutrien dari dalam substrat (interstitial) melalui sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang dilakukan oleh bakteri heterotropik di dalam rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium dan Thalassia hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-2.day-1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun memiliki peran yang penting dalam penyerapan nitrogen dan penyaluran nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan unsur dasar yang penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel.

Lamun sering ditemukan di perairan dangkal daerah pasang surut yang memiliki substrat lumpur berpasir dan kaya akan bahan organik. Pada daerah yang terlindung dengan sirkulasi air rendah (arus dan gelombang) dan merupakan kondisi yang kurang menguntungkan (temperatur tinggi, anoxia, terbuka terhadap udara, dll) seringkali mendukung perkembangan lamun. Kondisi anoksik di sedimen merupakan hal yang menyebabkan penumpukan posfor yang siap untuk diserap oleh akar lamun dan selanjutnya disalurkan ke bagian tumbuhan yang membutuhkan untuk pertumbuhan.

Diantara banyak fungsi, akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan rhizoma digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang dilakukan oleh mikroflora di rhizospher. Beberapa lamun diketahui mengeluarkan oksigen melalui akarnya (Halophila ovalis) sedangkan spesies lain (Thallassia testudinum) terlihat menjadi lebih baik pada kondisi anoksik. Larkum et al (1989) menekankan bahwa transport oksigen ke akar mengalami penurunan tergantung kebutuhan metabolisme sel epidermal akar dan mikroflora yang berasosiasi. Melalui sistem akar dan rhizoma, lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian pengeluaran oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi anoksik yang sering ditemukan pada substrat yang memiliki sedimen liat atau lumpur. Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan metabolisme aktif (respirasi) maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi.

Rhizoma dan Batang

Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah herbaceous, walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang memiliki rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup. Kemampuannya untuk tumbuh pada substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum memiliki energi yang kuat dan dapat hidup berkoloni disepanjang hamparan terumbu karang di pantai selatan Bali, yang merupakan perairan yang terbuka terhadap laut Indian yang memiliki gelombang yang kuat.

Struktur rhizoma dan batang lamun memiliki variasi yang sangat tinggi tergantung dari susunan saluran di dalam stele. Rhizoma, bersama sama dengan akar, menancapkan tumbuhan ke dalam substrat. Rhizoma seringkali terbenam di dalam substrat yang dapat meluas secara ekstensif dan memiliki peran yang utama pada reproduksi secara vegetatif. Dan reproduksi yang dilakukan secara vegetatif merupakan hal yang lebih penting daripada reproduksi dengan pembibitan karena lebih menguntungkan untuk penyebaran lamun. Rhizoma merupakan 60-80% biomas lamun.

Daun

Seperti semua tumbuhan monokotil, daun lamun diproduksi dari meristem basal yang terletak pada potongan rhizoma dan percabangannya. Meskipun memiliki bentuk umum yang hampir sama, spesies lamun memiliki morfologi khusus dan bentuk anatomi yang memiliki nilai taksonomi yang sangat tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat mudah terlihat yaitu bentuk daun, bentuk puncak daun, keberadaan atau ketiadaan ligula. Contohnya adalah puncak daun Cymodocea serrulata berbentuk lingkaran dan berserat, sedangkan C. Rotundata datar dan halus. Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun. Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah.

Anatomi yang khas dari daun lamun adalah ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat menahan pergerakan ion dan difusi karbon sehingga daun dapat menyerap nutrien langsung dari air laut. Air laut merupakan sumber bikarbonat bagi tumbuh-tumbuhan untuk penggunaan karbon inorganik dalam proses fotosintesis.

Daftar Pustaka

  • Hartog, C.den.1970. Seagrass of the world. North-Holland Publ.Co.,Amsterdam
  • Kikuchi dan J.M. Peres. 1977. Consumer ecology of seagrass beds, pp. 147-193. In P. McRoy and C.Helferich (eds). Seagrass ecosystem. A scientific perspective. Mar.Sci.Vol 4.Marcel Dekker Inc, New York.
  • Menez, E.G.,R.C. Phillips dan H.P.Calumpong. 1983. Sea Grass from the Philippines. Smithsonian Cont. Mar. Sci. 21. Smithsonian Inst. Press, Washington.
Templates-Gallery